Opini

133

Mewaspadai Mental Model Pemilih Pemula Sumatera Barat

Zulfikri Sasma Beberapa telaah kritis di jagad sosio-kritik kepemiluan Indonesia dijelaskan bahwa pemilih di Sumatra Barat merupakan pemilih yang unik. Keunikan ini dapat ditelusuri pada penyelenggaran pemilihan presiden (pilpres) satu dekade terakhir. Kemenangan calon presiden (capres) di Sumatra Barat selalu berbeda dengan kecenderungan daerah lain di Indonesia. Hal ini menarik untuk ditelusuri kembali ke masyarakat, terutama generasi muda, selaku pemilih pemula, bagaimana mental model pemilih Sumatra Barat? Apakah ada sistem kultural atau literasi politik terstruktur yang membentuknya? Titik fokus perhatian kepada pemilih pemula, dalam hal ini Gen Z dan milenial, didasarkan kepada kiprah pemilih pemula dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 sangat signifikan terhadap kemenangan pasangan calon (paslon). Tidak hanya pemilih, paslon yang menang pun didominasi oleh generasi muda. Misalnya Kota Padang, Kota Sawahlunto, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung dan daerah lainnya. Sebagai salah seorang penyelenggara, penulis membawa catatan ini ke dalam agenda kerja penulis. Secara langsung penulis aktif mengamati bagaimana keunikan pemilih Sumbar itu sebenarnya. Sabtu malam, tanggal 19 Mei 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat meluncurkan tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2024, di Auditorium Kampus Universitas PGRI Padang. Peluncuran ini dihadiri Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos. Dalam sambutannya, Ketua KPU Sumbar, Surya Efitrimen, mengatakan tahapan pilkada sudah dimulai sejak 26 Januari 2024. Ada yang menarik dari peluncuran kali ini, yaitu mayoritas yang diundang untuk hadir adalah pelajar SMA dan mahasiswa. Ini merupakan upaya KPU Provinsi Sumbar untuk mengenalkan seluruh tahapan penyelenggaran Pilkada kepada generasi muda, baik Gen Z maupun milenial. Sebelumnya KPU Provinsi Sumatera Barat juga telah melaksanakan Jambore Demokrasi Pelajar. Peran Generasi Muda Generasi Muda, baik Gen Z maupun milenial, ialah generasi yang lahir tahun 1980-an hingga tahun 2000-an. Generasi ini juga disebut sebagai generasi yang menentukan masa depan, tentunya dengan kemudahan yang didapat saat ini, dimana semua informasi apapun yang dibutuhkan bisa didapatkan dengan mudah melalui berbagai media yang tersedia. Generasi ini sangat akrab dengan teknologi, sehingga cenderung memiliki ide yang visioner dan inovatif. Internet adalah salah satu inovasi dari teknologi yang selalu diperbarui, menjadi alat yang siap mendukung kemudahan untuk segala jenis keperluan. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar jumlah pemilih terdaftar dalam Pilkada di Provinsi Sumatera Barat adalah 4.103.084 pemilih yang terbagi dalam 10.846 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari jumlah itu, lebih dari 51 persen pemilih merupakan pemilih muda atau yang tadi kita sebut dengan Gen Z dan milenial. Inilah yang menjadi alasan penting mengapa KPU memberi ruang khusus untuk pemilih muda, dalam melakukan sosialisasi serta edukasi pendidikan pemilih, dengan melakukan kegiatan yang dirancang khusus untuk menghadirkan pemilih-pemilih muda dalam bentuk tatap muka atau kegiatan inovatif lainnya. Pemilih muda bukan hanya sekadar kelompok pemilih yang besar, tetapi juga kelompok yang memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif, demi suksesnya Pilkada Serentak Tahun 2024. Ada beberapa peran penting generasi muda dalam Pilkada serentak 2024. Pertama, pemilih muda cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan ide-ide baru. Mereka tidak hanya memilih berdasarkan tren, mobilisasi, atau politik identitas, tetapi juga berdasarkan program kerja dan visi-misi kandidat yang mereka anggap relevan dengan kebutuhan mereka. Kehadiran pemilih muda akan mendorong para calon pemimpin untuk lebih fokus pada isu-isu yang penting bagi mereka, seperti pendidikan, pekerjaan, teknologi, dan keberlanjutan lingkungan. Kedua, pilkada serentak adalah kesempatan bagi generasi muda untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Pemilih muda yang aktif memilih memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik di Indonesia. Hal ini juga bisa mengurangi tingkat non-voter atau lazim dikenal sebagai golongan putih (golput) yang tinggi di kalangan pemilih muda. Melalui media sosial, kampanye-kampanye yang lebih kreatif dan inovatif bisa menarik minat mereka untuk turut berpartisipasi. Ketiga, generasi muda merupakan pengguna utama media sosial, yang memberikan mereka platform untuk menyuarakan pendapat dan berdiskusi tentang calon pemimpin. Media sosial tidak hanya menjadi tempat untuk mencari informasi terkait pilkada, tetapi juga untuk melakukan kampanye dan memengaruhi orang lain dalam memilih. Oleh karena itu, peran pemilih muda juga sangat besar dalam menyebarkan informasi yang akurat dan mengedukasi sesama pemilih muda tentang pentingnya memilih pemimpin yang tepat. Keempat, pemilih muda biasanya lebih kritis dan berbasis data dalam mengambil keputusan politik. Dengan akses informasi yang semakin mudah, pemilih muda tidak hanya terfokus pada janji-janji politik, tetapi mereka juga lebih selektif dalam memilih kandidat berdasarkan rekam jejak, kompetensi, dan visi-misi yang relevan dengan tantangan zaman. Kandidat yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan pemilih muda akan lebih menarik perhatian kelompok ini. Kelima, pemilih muda juga menjadi pendorong inovasi dalam penyelenggaraan Pilkada itu sendiri. Mereka mendukung penggunaan teknologi dalam sistem pemilu, seperti pemungutan suara elektronik atau sistem transparansi yang lebih baik. Dengan kemajuan teknologi, pemilih muda bisa menjadi kekuatan yang mendorong perubahan dalam proses pemilu yang lebih efisien dan aman. Keenam, pemilih muda memiliki harapan besar terhadap pemimpin yang dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh generasi mereka. Isu-isu seperti pengangguran, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, pemanfaatan teknologi, serta penyelesaian masalah sosial dan lingkungan akan menjadi penentu dalam pemilihan mereka. Oleh karena itu, pemilih muda berpotensi memilih pemimpin yang lebih progresif dan mampu membawa perubahan untuk masa depan yang lebih baik. Ketujuh, dengan semakin banyaknya pemilih muda yang terlibat dalam Pemilihan Serentak 2024, hal ini juga akan memengaruhi budaya politik di Indonesia. Mereka akan membawa ide-ide segar, keterbukaan, dan keberagaman dalam diskursus politik. Sikap kritis dan terbuka terhadap perbedaan pendapat dapat mendorong terciptanya diskusi yang lebih sehat, serta memupuk sikap saling menghargai dan toleransi dalam politik. Pada akhirnya dapat ditegaskan bahwa Pemilihan Serentak 2024 menjadi momen penting bagi pemilih muda untuk ikut serta dalam menentukan masa depan daerah mereka. Kehadiran mereka dalam proses demokrasi tidak hanya akan memengaruhi hasil pemilihan, tetapi juga berperan dalam menciptakan sistem pemerintahan yang lebih terbuka, inovatif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, terutama generasi muda. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus mendorong pemilih muda agar aktif dan cerdas dalam memilih, serta berperan dalam menjaga keberlanjutan demokrasi di Indonesia.


Selengkapnya
31

Strategi Sosialisasi KPU dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Serentak 2024 di Sumatera Barat

Ricky Febriansyah dan Novendra Hidayat  Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak tahun 2024 atau gelombang kelima merupakan pilkada dengan jumlah terbanyak 545 Daerah meliputi 37 Provinsi, 415 Kabupaten dan 93 Kota. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memberikan target partisipasi pemilih berada di angka 82 persen. Tetapi faktanya, pilkada serentak 2024 terjadinya penurunan angka partisipasi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berada di angka 71,39 persen di 37 Provinsi, angka partisipasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati berada di angka 74,41 persen di 415 Kabupaten dan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan angka partisipasi 67,75 persen di 93 kota. Sumatera Barat juga mengalami hal ini. Awalnya, KPU Provinsi Sumatera Barat menargetkan angka partisipasi berada di angka 75 persen. Tetapi, tingkat partisipasi tidak tercapai sesuai target, hanya berada di angka 57,15 persen atau sebanyak 2.349.069 pemilih yang datang ke TPS dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) 4.103.000 pemilih. Tercatat suara tidak sah sebanyak 70.009 atau 2,98 persen. Berbagai pihak, salah satunya Guru Besar Ilmu Politik Universitas Prof. Asrinaldi, menilai penurunan partisipasi terkhususnya di pada Pilgub Sumatera Barat, disebabkan oleh euforia politik yang lebih besar pada Pemilu 14 Februari 2024. Hal ini juga ditambah dengan ketidaktertarikan kepada calon kepala daerah yang dinilai tidak memberikan harapan baru, dukungan partai politik ke arah calon tunggal, serta pembatasan pilihan independen. Upaya KPU Provinsi/Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih KPU dan jajarannya berkewajiban untuk meningkatkan partisipasi masyarakat kepada seluruh sasaran dan lapisan masyarakat. Untuk Pemilihan Serentak Tahun 2024 kali ini, salah satunya dengan film berjudul “Tepatilah Janji”.  Media film dinilai sangat efektif dalam penyampaian informasi sekaligus tuntunan untuk menyadarkan masyarakat. Dengan film ini diharapkan pesan sosialisasi pemilihan bisa merangkul berbagai elemen masyarakat, dan menyampaikan pesan yang kuat, juga dapat memberikan edukasi dan inspirasi kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pilkada. Film ini bercerita tentang kepemimpinan yang diuji untuk mewujudkan janji, untuk kesejahteraan warga. Sehingga sangat relevan dengan dinamika masayarakat di tengah pilkada serentak 2024. Selain melalui film, KPU juga memaksimalkan penggunaan media digital. Berbagai kegiatan sosialisasi dilakukan di media sosial. Pemanfaatan media sosial selain bertujuan untuk mengajak pemilih menggunakan hak pilihnya, juga untuk menangkal maraknya berita hoax dan disinformasi yang beredar pada pemilu dan pemilihan sebelumnya. Untuk hal ini, selain menggunakan media sosial, KPU Provinsi Sumatera Barat juga bersinergi dengan Dinas Komunikasi Informasi (Diskominfo) Sumatera Barat guna mencegah penyebaran berita hoax seputar pemilu dan pemilihan di Sumatera Barat. Keterlibatan pemerintah daerah dalam sosialisasi pilkada serentak 2024 juga dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Misalnya KPU Kota Padang yang menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pemungutan Suara di TPS lokasi tertentu. Hal ini ditujukan untuk mensosialisasikan tata cara pemungutan suara di rumah sakit dan tahanan. Diharapkan dengan sinergisitas dengan pemerintah daerah ini, akan memaksimalkan penyebaran informasi seputar Pemilihan Serentak 2024. Bentuk upaya peningkatan partisipasi pemilih yang dilakukan oleh KPU Provinsi Sumatera Barat berikutnya adalah pendidikan politik dengan menggaet generasi mudakhususnya di lingkungan universitas dan sekolah. Generasi muda menjadi target partisipasi pemilih baik dalam pemilu dan pilkada. Jumlah generasi muda mencapai 53-55% dari total pemilih menjadikan persentase pemilih terbanyak  dikarenakan pemilih muda lebih rasional dan kritis tentang masa depan suatu daerah. Dari DPT Pemilihan 2024 di Provinsi Sumatera Barat, terdapat sebanyak 4.103.084 orang pemilih, dan sejumlah 51,95 persen di antaranya merupakan pemilih pemula dan pemilih muda.  Pemilih pemula atau generasi Z yang lahir di tahun 1990 sampai 2010-an dipandang masih terbuka terhadap perubahan sosial dan politik serta sering aktif dalam kampanye sosial politik. Mereka juga lebih terbuka terhadap perubahannya. Ketika generasi Z mendapatkan informasi ini tentu mereka akan menyampaikan ke keluarga, kerabat dan juga media sosial pribadi mereka. Oleh karena itu KPU Provinsi Sumatera Barat dan KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat memfokuskan kegiatan sosialisasi pada generasi muda. Secara umum KPU menyasar sosialisasi pemilihan serentak meliputi pengenalan para calon kepala daerah, tata cara pencoblosan, pelayanan data pemilih, penyampaian materi pentingnya penggunaan suara pada pemilihan serentak. Bahkan keterlibatan badan ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sangat dibutuhkan KPU dalam sosialisasi. Keberadaan badan ad hoc ini yang bertugas di kantor kecamatan, desa/kelurahan dan interaksi langsung kepada masyarakat. Setiap kegiatan yang digelar oleh KPU Kabupaten/kota, badan ad hoc perlu dilibatkan dalam membantu KPU melaksanakan kegiatan lainnya.  Seperti yang telah dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Solok yang melibatkan PPK, PPS dalam kegiatan sosialisasi Pemilih. PPK Junjing Sirih membantu KPU Kabupaten Solok dalam sosialisasi pentas seni yang dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2024 di SMP N 1 Junjung Sirih. Segmen lain yang dilakukan dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih yaitu melibatkan tokoh masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Kota Solok bekerjasama dengan Pemerintah Kota Solok melalui Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) mengadakan penyuluhan kepada 125 tokoh masyarakat se-Kecamatan Lubuk Sikarah (infopublik.solokkota.go.id). Masih di Kabupaten Solok, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Solok menyelenggarakan Sosialisasi Moderasi beragam untuk Menjaga Keharmonisan Antar Umat Beragama dalam dinamika Pilkada bersama ormas. Kegiatan ini bertujuan menjaga kedamaian dan kerukunan umat beragama dalam pilkada dengan mengutamakan dialog dan toleransi di tengah perbedaan pandangan politik (sumbar.kemenag.go.id). KPU Provinsi Sumatera Barat melakukan sosialisasi pilkada dan silaturahmi Niniak dan Tokoh Masyarakat. Sebagai bentuk kerjasama Kerapatan Ninik Mamak Minangkabau dan KPU Provinsi Sumatera Barat untuk penekanan antisipasi kerawanan dan mengayomi anak kemenakan. Menurunnya Partisipasi di Tengah Inovasi Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh KPU akan tetapi angka partisipasi pemilih masih tetap rendah. Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) yang telah diselenggarakan secara serentak pada hari Rabu, 27 November 2024 secara nasional berada di angka 71,18 persen, Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 113 Tahun 2025 Tentang Tingkat Partisipasi Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilihnya pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, rata-rata tingkat partisipasi sebagai berikut : Tingkat partisipasi pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2024 adalah 71,39 persen. Tingkat partisipasi pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 adalah 74,41 persen. Tingkat partisipasi pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 adalah 67,74 persen. Dari sisi kontestan kepala daerah, KPU telah merilis jumlah kepala daerah yang telah ditetapkan oleh masing-masing KPU Provinsi/Kabupaten/kota per tanggal 22 September 2024. Sebanyaknya 1,553 pasangan calon kepala daerah telah ditetapkan oleh KPU Daerah dan 8 pasangan calon kepala daerah tidak ditetapkan. Dari 1.553 pasangan calon tersebut terdiri dari 103 pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur,  1.166 pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan 284 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota. KPU Provinsi/Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan sebanyak 56 pasangan calon kepala daerah dengan rincian 2 pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 54 pasangan calon kepala daerah di Kabupaten/kota. Regulasi yang mengatur pendaftaran kepala daerah 2024 sebelumnya PKPU Nomor 8 Tahun 2024 kemudian diperbarui dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2024 Secara umum persyaratan pencalonan kepala daerah serentak mengalami perubahan dari jumlah kursi DPRD sebelumnya 20 persen kursi dan 25 % akumulasi suara sah pemilu anggota DPRD. Kemudian perubahan usia pendaftaran awalnya usia 30 tahun paling rendah sejak pelantikan kemudian direvisi menjadi 30 tahun pada penetapan pasangan calon untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Sementara pemilihan calon bupati dan wakil bupati serta calon walikota dan wakil walikota berusia 25 tahun sejak pelantikan menjadi penetapan pasangan calon. Secara keseluruhan, angka partisipasi pemilih di Provinsi Sumatera Barat berada di angka target partisipasi 77,5 %, hanya di Kota Sawahlunto di angka 78,93 %. Bahkan sangat miris di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam angka partisipasinya berada di bawah 50 %.      Partisipasi pemilih disabilitas pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada tahun 2024 sebagai berikut : Tabel.6   Partisipasi Pemilih di Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada Pilkada Serentak 2024 No Pemilihan Kepala Daerah Partisipasi 1. Gubernur dan Wakil Gubernur 52,93% 2. Bupati dan Wakil Bupati 53,00% 3. Walikota dan Wakil Walikota 53,12% Sumber : Keputusan KPU No. 113/2025            Penyebab rendahnya partisipasi pemilih pada pilkada dikarenakan kejenuhan masyarakat. Di tahun yang sama 2024, ada penyelenggaraan pemungutan suara pemilu dan pilkada. Pemilu serentak tahun 2024 pemungutan suara diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024. Belum usai tahapan pemilu disambung dengan tahapan pilkada sudah dimulai. Upaya dan strategi KPU dalam peningkatan partisipasi pemilih sudah maksimal dengan gencarnya sosialisasi, melibatkan segmen elemen masyarakat, pemanfaatan dunia digital, optimalisasi badan ad hoc. Tetapi sosialisasi yang menjadi wewenang KPU hanya mengajar pemilih untuk menggunakan hak suaranya. KPU wajib menjaga netralitas dengan tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon. Dalam sosialisasi yang dilakukan KPU hanya sebatas pengenalan pasangan calon, pemberitahuan hari dan tanggal pemungutan suara, pentingnya suara bagi kemajuan di daerah. Tetapi apa yang telah dilakukan KPU Provinsi/Kabupaten/kota. Penurunan partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 terjadi di setiap daerah. Penyebabnya karena irisan tahapan pemilu dan pilkada ditambah dengan gugatan di MK. Kejadian ini dialami juga provinsi, kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Saran dari tulisan ini perlu adanya jeda antara pemilu dan pilkada dan peraturan KPU untuk tidak terbit mepet waktu sehingga KPU di daerah kesulitan dalam sosialisasi peraturan.


Selengkapnya
14

Aku (ber) Saksi (di) TPS

Novanto Yudistira "Suara untuk Paslon Nomor urut 010, sah!". Tidak lama kemudian terdengar lagi, " Suara untuk Paslon Nomor urut 011, sah!". Bersamaan dengan nomor urut yang keluar dan dibacakan, terdengar sorak sorai para pendukung pasangan calon (paslon) yang bertarung pada Pilkada Tahun 2024. Kondisi ini juga berlangsung di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS)  dengan dinamika dan keriuhan hampir sama saat nomor  urut paslon dibacakan oleh petugas dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), lazimnya ketua KPPS, saat proses penghitungan suara. Pada momen ini, para saksi juga ikut menuliskan atau mencatatkan perolehan suara dari paslon kepala daerah yang menunjuk mereka sebagai saksi. Bertugas sebagai saksi merupakan satu kebanggaan bagi individu penerima mandat sebagai perpanjangan tangan dari tim pemenangan dan atau partai pengusung atau pasangan calon peserta pemilu kepala daerah tahun 2024 itu sendiri. Hal ini lumrah, karena mereka sebagian besar merupakan simpatisan pendukung dari pasangan calon yang ikut bertarung di Pilkada Tahun 2024. Sebagai seorang saksi, mereka tentunya juga dibekali dengan ilmu dan materi tentang kepemiluan, serta materi-materi tentang tugas, tanggung jawab, larangan, hak, serta kewajiban mereka selaku saksi.  Selain itu, mereka juga mendapatkan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya selain berkas adminstrasi berupa surat mandat dan form penghitungan suara, mereka juga mendapatkan konsumsi, baik makan siang ataupun kudapan ringan lainnya yang diantarkan oleh koordinator lapangan kecamatan atau kelurahan. Terkadang juga mendapatkan makan malam jika penghitungan suara berlanjut sampai malam hari. Dalam hal pelaksanaan tugasnya, saksi mendapatkan imbalan jasa dari tim pemenangan paslon dan atau partai pengusung paslon yang berlaga di Pilkada 2024. Berbeda dengan KPPS yang digaji dari keuangan negara baik APBD maupun APBN. Meskipun telah diberi pembekalan sebagai saksi, dalam kenyataannya, banyak saksi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagian besar dari mereka hanya fokus pada saat penghitungan suara dan mencatatkan pada lembaran yang mereka bawa dari posko pemenangan atau diberikan/diantar oleh koordinator lapangan. Padahal, secara hakikat sebagai seorang saksi, mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar. Saksi sudah harus bertugas sejak TPS  dibuka, yang diawali dengan pengambilan sumpah anggota KPPS oleh ketua KPPS. Kemudian mengikuti proses pemungutan suara yang dimulai dari pendaftaran pemilih di pintu masuk. Saksi, secara umum, harus mengamati siapa pemilih yang hadir serta kejadian-kejadian selama proses pendaftaran pemilih tersebut. Termasuk mengamati apakah ada intervensi kepada pemilih dari penyelenggara pemilu, atau dari tim pemenangan, baik di dalam maupun luar TPS, karena idelanya saki paham bahwa mereka dilarang untuk mengintervensi pemilih. Jadi secara umum, tugas seorang saksi itu sebenarnya sama kompleksnya dengan penyelenggara pada hari pemungutan suara. Hal ini tertuang dalam Peraturan KPU Nomor  17 tahun 2024 yang mengatur tentang tugas, larangan dan syarat menjadi saksi pemilu termasuk juga hak yang didapatkan saksi di TPS. Seperti salah satunya yang disampaikan diatas bahwa saksi dilarang mengintervensi pemilih. Tugas Saksi  Sebenarnya tugas saksi peserta pemilu dan pemilihan ini sudah diatur seperti memantau dan mengevaluasi pemungutan dan penghitungan suara. Saksi harus memastikan bahwa proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS berjalan dengan adil dan sesuai peraturan yang berlaku. Selain itu, saksi juga menjamin kepatuhan terhadap aturan. Saksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemilihan di Tempat Pemungutan Suara (TPS)  tersebut dilaksanakan dengan mengikuti aturan dan hukum yang telah ditetapkan. Berikutnya, saksi juga mengawasi penghitungan suara. Setelah pemungutan suara selesai, saksi juga harus mengawal proses penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal lain yang juga menjadi tugas saksi adalah melaporkan hasil penghitungan suara. Hasil penghitungan suara harus dilaporkan kepada partai politik atau tim kampanye dari pasangan calon yang diwakili oleh saksi tersebut. Tidak laha pentingnya, saksi partai juga dapat mengajukan pengaduan atau sengketa. Saksi memiliki hak untuk melaporkan pelanggaran atau masalah yang terjadi selama pemilihan sesuai dengan prosedur yang berlaku, jika ditemukan ketidaksesuaian atau kecurangan. Selain saksi partai, juga ada saksi di TPS yang juga memiliki peran yang sangt penting. Oleh karena itu menjadi saksi TPS haruslah memnuhi syarat tertentu di antaranya adalah warga Negara Indonesia (WNI). Saksi harus menjadi Warga Negara Indonesia. Saksi TPS harus hadir tepat waktu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ditugaskan. Saksi juga tidak membawa atau mengenakan atribut yang mencitrakan salah satu peserta pemilu untuk menjaga tetap netral dalam menjalankan tugasnya. Mendapatkan dan menyerahkan surat mandat, saksi harus mendapatkan surat mandat yang sudah ditandatangani oleh pasangan calon atau tim kampanye tingkat kabupaten/kota atau tingkat di atasnya, pimpinan partai politik tingkat kabupaten/kota atau tingkat di atasnya, atau calon peserta pilkada. Surat mandat ini harus diserahkan kepada petugas yang bertanggung jawab di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pasca pemungutan suara, pada dasarnya, jika dibutuhkan,  tugas saksi Tempat Pemungutan Suara (TPS)  masih akan berlanjut ke tingkat penghitungan suara di Kecamatan bahkan saksi-saksi bias saja ikut menjadi saksi pada persidangan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) jika terjadi gugatan dari paslonnya. Di sinilah tugas sesungguhnya seorang saksi akan diuji, dimana mereka harus menyampaikan seluruh proses pelaksanaan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) lokasi mereka bertugas sebagaimana hakikatnya seorang saksi pada setiap pertanyaan yang muncul nantinya dipersidangan tersebut. Masalah Saksi di Lapangan Jika seorang saksi yang benar-benar mengikuti seluruh rangkaian pelaksanaan pemungutan suara, mereka tentu akan mengamati dan mencatatkan seluruh bukti pelanggaran yang terjadi serta tidak ikut menandatangani hasil penghitungan suara sebagai bentuk penolakan. Sehingga mereka bisa menjadi salah penentu yang menjadi dasar keputusan hakim Mahkamah Konstitusi untuk dapat mengabulkan gugatan paslonnya. Jika diperhatikan banyak dijumpai saksi-saksi tidak mereka tugas-tugas yang harus mereka emban selama menjadi saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kecenderungan yang terjadi, mereka mulai fokus dan mencatatkan hasil penghitungan suara dengan wajah sumringah jika nomor urut pasangan calonnya muncul saat dibacakan oleh petugas KPPS. Kondsi ini juga diperparah dengan budaya permisif dari saksi yang membiarkan saja jika terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam proses pemungutan suara. Mereka enggan untuk memprotes atau bersuara jika terjadi hal yang tidak sesuai dengan tahapan dan proses pemungutan suara yang disebabkan hubungan pertemanan atau kekerabatan dengan saksi dari pasangan calon lain.Dari kondisi tersebut diatas, semoga kedepannya untuk menempatkan saksi yang benar-benar kompeten atau mumpuni dalam hal kepemiluan, baik itu Pemilu Presiden, Legislatif maupun pemilihan gubernur dan kepala daerah, sehingga cita-cita pemilu yang bermartabat dapat terwujud.


Selengkapnya
18

Demokrasi yang Diuji pada Kelurahan Mata Air

Azizzul Hakim Idnel Pagi itu, suasana di TPS 22 Kelurahan Mata Air, Kota Padang, berbeda dari biasanya. Sebuah papan pengumuman besar bertuliskan "Pemungutan Suara Ulang (PSU)" terpampang jelas di pintu masuk TPS. Warga yang sudah menggunakan hak pilihnya beberapa hari sebelumnya kembali datang, memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dalam sebuah proses demokrasi yang diuji ulang.          Keputusan untuk menggelar PSU ini diambil setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang menemukan indikasi pelanggaran prosedural dalam pemungutan suara sebelumnya. Beberapa laporan dari panitia pengawas pemilu menyebutkan adanya perselisihan suara yang diberikan dengan jumlah daftar hadir pemilih yang datang menggunakan hak suaranya dalam pesta rakyat daerah. PSU di TPS 22 Kelurahan Mata Air menjadi pusat perhatian setelah terungkapnya pelanggaran serius dalam proses pikada. Pelanggaran ini bermula dari indikasi seorang pemilih yang menggunakan hak pilihnya dua kali, yang baru terungkap saat penghitungan suara berlangsung. Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas dan bagaimana badan ad hoc menjalankan fungsinya sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Kronologi di Balik PSU Hari pemungutan suara di TPS 22 Kelurahan Mata Air berlangsung semarak serta antusias warga dalam menggunakan haknya. Warga berbondong-bondong datang menggunakan hak suara mereka sejak pagi, para warga saling mengingatkan untuk menyalurkan suaranya. Di balik antusiasme tersebut, sebuah kejanggalan terdeteksi saat penghitungan suara dilakukan. Ketidaksesuaian jumlah surat suara dengan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang datang memunculkan kecurigaan yang kemudian mengarah pada temuan mengejutkan: “adanya pemilih yang memberikan suaranya dua kali” yang bertentangan dengan asas pemilihan itu sendiri yaitu one man, one vote (satu orang hanya mempunyai satu suara). Namun, faktanya ada pemilih yang dua kali memberikan suaranya. Dugaan pelanggaran ini segera ditindaklanjuti dengan investigasi cepat oleh Panwascam, yang berujung pada rekomendasi PSU sebagai langkah korektif dan upaya menjaga kemurnian suara rakyat. Selang dua hari setelah surat rekomendasi dari panwascam  untuk melaksanakan PSU, petugas KPPS secara keseluruhan di panggil dan dikumpulkan oleh PPS untuk bertemu PPK. PPK mendampingi KPPS dalam menjalankan amanat PSU, mulai dari pendistribusian kembali formulir C-Pemberitahuan kepada warga yang sampai malam hari. Petugas KPPS kembali mendapatkan kepercayaan dirinya kembali karena selalu didampingi oleh kedua PPK tersebut yang tidak hentinya memberi semangat dan selalu menghibur agar melupakan segala bentuk tekanan yang ada. Setelah penyebaran formulir C-Pemberitahuan petugas KPPS langsung membangun TPS yang kembali yang masih didampingi oleh dua PPK. Dalam  proses pembangunan TPS tersebut semua orang masih gembira dan menyambut hari pelaksanaan PSU tersebut dengan hati yang penuh dengan semangat. Hingga pada tanggal 4 Desember 2024 yang merupakan hari dimana logistik dari KPU berupa kota suara dan perlengkapan lainnya diantar ke lokasi PSU dengan dikawal oleh aparat kepolisian dan juga anggota Bawaslu. KPPS, PPS dan PPK sudah bersiap menanti logistik tersebut dengan semangat yang berkobar demi menjaga domkrasi. Sesampainya logistik semua petugas KPPS dan badan ad hoc lainnya langsung sigap mengamankan logistik serta bergantian dalam menjaga logistik tersebut. Tak hanya KPPS, aparat kepolisian dan petugas Panwaslu juga tampak berjaga-jaga untuk memastikan kelancaran dan keamanan proses pemungutan suara. Masyarakat pun berharap PSU kali ini benar-benar bersih dari pelanggaran. Setelah proses pemungutan suara selesai pada pukul 13.00 WIB, petugas KPPS langsung melakukan penghitungan suara. Kali ini, penghitungan dilakukan dengan lebih transparan, disaksikan oleh saksi-saksi dan masyarakat yang masih bertahan di TPS. Setiap suara dibacakan dengan jelas dan dicatat dengan hati-hati. Dalam proses tersebut seluruh PPS yang berada di Kecamatan Padang Selatan membantu mengarahkan dan menjaga lokasi agar aman terkendali saat penghitungan di TPS dimulai. Semua PPS di Kecamatan Padang Selatan membantu dari luar memperhatikan saat penghitungan diselenggarakan dan petugas KPPS pun merasa terbantu dalam hal pengamanan sehingga penghitungan suara menjadi cepat dan aman terlakasana. Setelah beberapa jam penghitungan, hasil akhir PSU pun diumumkan. Beberapa pihak merasa lega karena hasilnya tidak jauh berbeda dari pemungutan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa meskipun ada kesalahan prosedural, hasil suara tetap mencerminkan kehendak mayoritas pemilih di TPS 22. Tantangan dan Kendala di Lapangan Meskipun berlangsung lebih tertib, bukan berarti PSU ini tanpa kendala. Beberapa warga yang datang terlambat merasa kecewa karena antrean cukup panjang akibat prosedur yang lebih ketat. Selain itu, juga ada beberapa warga yang enggan memilih kembali dan menuduh para petugas KPPS hanya bermain-main dalam menjalankan tugasnya. Bahkan saat melakukan pengantaran formulir C-Pemberitahuan ada sebagian warga yang menolak datang dan mengatakan ini hanya akal-akalan dari KPPS untuk merubah hasil pemilihan. Dan juga ada yang mengusir petugas KPPS saat mengantarkan formulir C-Pemberitahuan tersebut dengan alasan dia tidak mau datang lagi karna sedang bekerja. Di luar TPS, masih ada segelintir warga yang mempertanyakan kenapa PSU harus digelar. Beberapa pihak menduga bahwa ada kepentingan tertentu di balik keputusan ini. Namun, KPU Kota Padang menegaskan bahwa PSU ini murni dilakukan untuk menjaga integritas pemilu dan memastikan bahwa hasil pemungutan suara benar-benar sesuai dengan prinsip keadilan dan kejujuran.  PSU di TPS 22 Kelurahan Mata Air menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun masyarakat. Kejadian ini mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga memastikan bahwa setiap tahapan pemilu berjalan dengan jujur dan adil. Banyak harapan yang muncul dari masyarakat agar kejadian seperti ini tidak terulang di masa depan. Mereka menginginkan adanya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu, terutama dalam hal ketelitian para penyelenggara dan pengawasan di lapangan. Harapan warga ke depan, semua penyelenggara pemilu bisa lebih teliti dan profesional. Rakyat hanya ingin pemilu yang jujur, tanpa ada drama PSU lagi. Dengan PSU yang sudah selesai, kini semua mata tertuju pada tahapan berikutnya dalam proses pemilu. Masyarakat berharap bahwa setiap suara yang telah diberikan akan dihitung dengan sebaik-baiknya dan membawa pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan bagi Kota Padang.


Selengkapnya
39

Strategi PPK Talamau dalam Pengelolaan SIREKAP pada Pilkada Pasaman Barat tahun 2024

Dasril Kecamatan Talamau merupakan salah satu dari 11 kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat yang memiliki karakter geografis yang cukup beragam, mulai dari daerah perbukitan hingga kawasan dataran rendah. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasaman dan terdiri dari 7 nagari, yaitu Nagari Sinuruik, Nagari Talu, Nagari Kajai, Nagari Tabek Sirah Talu, Nagari Sungai Janiah Talu, Nagari Simpang Timbo Abu Kajai, dan Nagari Kajai Selatan. Setiap nagari memiliki kekhasan tersendiri, baik dari segi budaya, potensi alam, maupun tingkat aksesibilitasnya terhadap pusat pemerintahan dan layanan publik. Salah satu tantangan utama dalam penyelenggaraan pemilu di Kecamatan Talamau adalah akses ke beberapa TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang berada di lokasi terisolir. Tercatat ada 9 TPS yang sulit dijangkau, tersebar di beberapa nagari, yaitu 3 TPS di Nagari Sinuruik, 4 TPS di Nagari Kajai, dan 2 TPS di Nagari Mudiak Simpang. Lokasi-lokasi ini sering kali menghadapi kendala infrastruktur, seperti jalan yang belum memadai dan jarak yang cukup jauh dari pusat kecamatan. Namun, meskipun menghadapi tantangan tersebut, komitmen penyelenggara pemilu dan masyarakat setempat tetap tinggi dalam memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik. Dengan kondisi geografis yang menantang, Kecamatan Talamau memerlukan strategi khusus dalam berbagai aspek pembangunan, termasuk peningkatan aksesibilitas, pemerataan layanan publik, dan optimalisasi teknologi informasi untuk mendukung berbagai program pemerintahan. Dalam konteks pemilu, misalnya, penggunaan teknologi digital seperti SIREKAP menjadi solusi efektif untuk mempercepat proses rekapitulasi suara. Ke depan, dengan dukungan infrastruktur yang lebih baik serta pemanfaatan inovasi digital, diharapkan Kecamatan Talamau dapat semakin maju dan mampu menghadapi tantangan geografisnya dengan lebih optimal. Tahapan Pilkada Kabupaten Pasaman Barat 2024 telah sukses dilaksanakan pada bulan November 2024, menandai pencapaian penting dalam pesta demokrasi serentak di Indonesia. Dalam setiap prosesnya, berbagai inovasi dan strategi diterapkan untuk memastikan kelancaran pemilihan, termasuk dalam tahapan krusial seperti rekapitulasi suara. Salah satu inovasi yang menonjol adalah penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP), yang menjadi kunci dalam efisiensi dan transparansi perhitungan suara.   Penerapan Strategi Input Di antara seluruh kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat, PPK Kecamatan Talamau berhasil mencatat sejarah dengan menjadi yang pertama dan tercepat dalam mencapai progress penginputan 100 persen. Keberhasilan ini tidak datang begitu saja, melainkan hasil dari strategi yang matang dan kerja keras seluruh tim penyelenggara di kecamatan ini. Pertama, mengoptimalkan dua operator di setiap TPS. Dalam pelaksanaan Pilkada 2024, PPK Kecamatan Talamau menerapkan strategi inovatif dengan memaksimalkan kinerja dua operator di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Langkah ini bertujuan untuk memastikan kelancaran dan keakuratan proses rekapitulasi suara melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP), sekaligus mengantisipasi berbagai kendala teknis yang mungkin terjadi selama penginputan data. Dengan adanya sistem ini, setiap TPS dapat menjalankan proses digitalisasi hasil pemungutan suara secara lebih efektif dan efisien.             Operator online bertugas melakukan input data secara langsung ke dalam sistem SIREKAP, sehingga hasil perolehan suara dapat segera terintegrasi dengan sistem rekapitulasi secara real-time. Kehadiran operator online memungkinkan transparansi yang lebih tinggi karena data dapat diakses dan diverifikasi dengan cepat oleh pihak berwenang. Selain itu, operator offline berperan sebagai cadangan yang siap mengambil alih tugas penginputan data jika terjadi kendala pada operator online. Operator ini bekerja dengan memastikan bahwa seluruh data tetap terdokumentasi dengan baik, baik dalam bentuk digital maupun fisik, sehingga dapat segera dimasukkan ke dalam sistem ketika konektivitas jaringan kembali stabil. Dengan adanya operator offline, kelancaran proses rekapitulasi tetap terjaga tanpa ada keterlambatan yang signifikan. Dengan menerapkan pola dua operator di setiap TPS, PPK Talamau berhasil menciptakan sistem kerja yang lebih responsif dan minim hambatan dalam proses rekapitulasi suara.             Kedua, dokumentasi yang terstruktur. Dokumentasi yang baik merupakan elemen krusial dalam memastikan proses rekapitulasi suara berjalan dengan akurat dan transparan. Dalam Pilkada 2024, PPK Kecamatan Talamau menerapkan sistem dokumentasi yang terstruktur, di mana setiap TPS memiliki anggota KPPS yang secara khusus bertanggung jawab atas dokumentasi seluruh dokumen pemungutan suara. Hal ini mencakup pencatatan hasil penghitungan suara, berita acara, serta berbagai formulir penting yang digunakan dalam proses pemilu. Dengan adanya dokumentasi yang tertata rapi, setiap tahapan pemungutan suara dapat dipertanggungjawabkan, mengurangi potensi kesalahan dan mempercepat proses verifikasi di tingkat selanjutnya. Penerapan sistem dokumentasi yang terstruktur ini berkontribusi besar terhadap keberhasilan PPK Talamau dalam menyelesaikan rekapitulasi suara dengan cepat dan akurat. Dengan dokumentasi yang lengkap dan valid, setiap data yang diinput ke dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) dapat diverifikasi dengan mudah, mempercepat proses penghitungan dan pelaporan hasil pemilu. Keberhasilan ini tidak hanya mencerminkan profesionalisme penyelenggara pemilu di Kecamatan Talamau, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang berlangsung. Melalui komitmen terhadap transparansi dan akurasi, PPK Talamau berhasil menunjukkan bahwa pemilu yang jujur dan adil dapat diwujudkan dengan sistem kerja yang efektif dan terorganisir.             Ketiga, Koordinasi dan Monitoring yang Efektif. Koordinasi dan komunikasi yang intensif menjadi kunci keberhasilan PPK Kecamatan Talamau dalam mengelola Pilkada 2024 dengan efektif. Tidak hanya mengandalkan teknologi melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP), PPK Talamau juga membangun hubungan kerja yang erat dengan seluruh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Melalui komunikasi yang aktif dan sistematis, setiap informasi terkait pelaksanaan pemilu dapat tersampaikan dengan jelas dan tepat waktu. Hal ini sangat penting, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan di lapangan, seperti kendala jaringan internet, kondisi geografis yang sulit, serta kemungkinan adanya kendala teknis dalam penghitungan suara.   Keberhasilan PPK Setiap tahapan pemilu diawasi dengan mekanisme komunikasi yang terstruktur, mulai dari rapat koordinasi hingga penggunaan grup komunikasi digital yang responsif. PPK Talamau memastikan bahwa PPS di setiap nagari selalu mendapatkan arahan yang jelas dan solusi cepat jika terjadi hambatan. Setiap laporan dari KPPS di tingkat TPS ditanggapi secara sigap oleh PPS, yang kemudian meneruskannya ke PPK untuk langkah tindak lanjut. Dengan pendekatan ini, proses pemungutan dan penghitungan suara dapat berjalan lancar tanpa hambatan berarti, karena setiap kendala dapat segera diatasi dalam waktu yang relatif singkat. Keberhasilan PPK Talamau dalam mengelola komunikasi dan koordinasi ini berkontribusi besar terhadap kelancaran dan transparansi Pilkada 2024 di Kecamatan Talamau. Dengan dukungan teknologi dan sinergi antara penyelenggara pemilu di semua tingkatan, sistem kerja yang diterapkan mampu menjadikan Talamau sebagai salah satu kecamatan terbaik dalam pelaksanaan rekapitulasi suara. Komitmen terhadap komunikasi yang baik bukan hanya memastikan efisiensi dalam penyelenggaraan pemilu, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap integritas proses demokrasi. Ke depan, sistem ini dapat menjadi model bagi kecamatan lain dalam menerapkan strategi koordinasi yang efektif dalam pemilu berikutnya. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa dengan perencanaan yang matang, kerja sama tim yang solid, serta pemanfaatan teknologi yang optimal, proses demokrasi dapat berjalan dengan lebih transparan, akurat, dan efisien. Dengan keberhasilan menerapkan pola seperti ini, diharapkan pengelolaan pilkada di tahun-tahun mendatang dapat semakin maju dan membawa manfaat besar bagi masyarakat serta demokrasi yang lebih berkualitas.


Selengkapnya
47

Pemenuhan Hak Politik Penyandang Disabilitas Dalam Pilkada Serentak Tahun 2024

 Venny Ventriolla Salah satu penerapan demokrasi di Indonesia adalah dengan diselenggarakannnya Pilkada Serentak 2024 untuk menentukan arah pemerintahan pada tingkatan provinsi dan kabupaten/kota. Ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin daerah yang mampu mengelola pemerintahan lokal secara efektif. Pada tanggal 27 November 2024. Sebanyak 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di Indonesia melaksanakan Pilkada Serentak pertama dalam sejarah republik ini. Salah satu bentuk aktualisasi penggunaan hak warga negara dalam negara demokrasi adalah dengan ikut memilih dalam pemilu dan pilkada. Seluruh masyarakat yang dinyatakan memenuhi syarat sesuai kententuan perundang-undangan, berhak ikut memilih dan dipilih. Termasuk kelompok disabiltas juga harus diberikan tempat dan fasilitas dalam menggunakan haknya sehingga dalam aturan kepemiluan selalu ditekankan terkait hal ini. Di Sumatera Barat dalam Pilkada Tahun 2024 tercatat sebanyak 26.564 pemilih disabiltas DPT dan angka partisipasi mencapai 33,88% atau 8.999 dari 26.564 pemilih. Secara jumlah angka partidipasi kelompok disabilitas mengalami peningkatan namun dari segi persentase mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan Pilkada Tahun 2020 yang mencapai 35,55% atau setara dengan 4.215 dari 11.855 pemilih. Untuk sebuah pilkada yang inklusif, capaian ini tentu masih jauh dari cukup. Hal ini tentu perlu menjadi pemikiran, upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pemilih dari kelompok disabilitas. Apakah dengan melibatkan mereka sebagai penyelenggara di tingkat KPPS menjadi salah satu solusi? Dalam hal sosialisasi, KPU Provinsi Sumatera Barat dengan KPU Kabupaten/Kota terus berupaya menjangkau seluruh segmen pemilih termasuk kelompok disabilitas. Sebagai contoh pada tanggal 9 November 2024, menghadirkan sebanyak 500 orang kelompok disabilitas yang terhimpum dalam organisasi PPDI se-Sumatera Barat dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Sumatera Barat. Di tempat lain seperti di Kabupaten Agam pada tanggal 22 November 2024 juga dilaksanakan sosialisasi kepada pemilih penyandang disabilitas di SLBN 1 Lubuk Basung bersama PPK Kecamatan Lubuk Basung dan PPS Nagari Lubuk Basung. Untuk fasilitasi kelompok disabilitas di TPS, KPU secara aturan juga memerintahkan pembuatan TPS yang aksesibilitas, misalnya dengan menyiapkan pendampingan, TPS yang bisa terjangkau oleh pengguna kursi roda dan alat bantu tuna netra dengan huruf Braille bagi disabiltas tuna netra. Segala upaya ini merupakan bentuk fasilitasi kepada seluruh pemilih dalam menggunakan haknya dalam pemilu. Menjadi penyelenggara? Apakah bisa menjadi daya dorong bagi peningkatan partisipasi disabilitas? Hak sosial penyandang disabilitas kerap terabaikan atas dasar ketentuan mampu secara jasmani dan rohani untuk menjadi penyelenggaraan pemilihan di Indonesia. Istilah mampu secara jasmani dan rohani apabila kita samakan dengan istilah sehat adalah istilah umum karena apa yang dirasakan sehat bagi seseorang bisa saja tidak dirasakan sehat bagi orang lain. Sehingga penyandang disabilitas tidak memiliki kepastian hukum yang jelas sepanjang adanya ketentuan mampu secara jasmani dan rohani. Karena penyandang disabilitas sering dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan dan menyusahkan. Penyandang disabilitas juga kerap dinilai memiliki kekurangan dan tidak dapat diandalkan. Padahal banyak penyandang disabilitas di Indonesia mampu menjalani kehidupan secara mandiri dan bekerja. Tidak adil bagi penyandang disabilitas jika hanya ditempatkan sebagai pemilih. Berdasarkan penilaian saya beberapa penyandang disabilitas mampu dan dapat bekerja menjadi salah satu anggota KPPS yang tercakup dari 7 orang anggota. Keterlibatan penyandang disabilitas bisa menjadi salah satu solusi dalam peningkatan partisipasi pemilih penyandang disabilitas pada penyelenggaraan pemilihan di Provinsi Sumatera Barat, karena penyandang disabilitas dapat menilai bahwa KPU Provinsi Sumatera Barat dan 19 KPUD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat serius dalam menerapkan UU No. 8 Tahun 2016 dengan memenuhi hak politik penyandang disabilitas tidak hanya sebagai pemilih namun juga sebagai penyelenggara pemilihan dan dapat memberikan ruang untuk penyandang disabilitas menyalurkan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki serta dapat memenuhi prinsip penyelenggaraan pemilihan sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2017. Selain itu dengan adanya penyandang disabilitas menjadi anggota KPPS akan berdampak positif pada sisi psikologis pemilih penyandang disabilitas untuk lebih percaya diri menggunakan hak suara yang dimiliki karena pada sisi penyelenggaraan terdapat kesamaan dengan pemilih penyandang disabilitas. Karena kesamaan tersebut akan membuat pemilih penyadang disabilitas merasa lebih dipahami dan dihargai. Secara ekonomi, hal ini tentu juga memberikan dampak positif karena penyelenggara dibayar oleh negara. Secara kelembagaan, KPU akan dinilai mampu memenuhi salah satu prinsip–prinsip demokrasi di Indonesia sehingga citra KPU di mata masyarakat akan menjadi lebih baik. Banyak dampak positif yang akan diterima oleh pemilih penyandang disabilitas maupun dari pihak penyelenggara ketika pemilih penyandang disabilitas menjadi bagian dari penyelenggaraan sehingga diharapkan KPU Provinsi Sumatera Barat dan 19 KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat dapat memanfaatkan kesempatan tersebut. Ke depah, pemahaman terkait persyaratan mampu secara jasmani dan rohani perlu ditinjau ulang pada tataran  KPU Kabupaten/Kota se Sumatera Barat yang melakukan proses rekrutmen badan penyelenggara ad hoc. Perlu dipertimbangankan dampak positif jika melibatkan kelompok disabilitas terutama sebagai anggota KPPS baik dalam hal peningkatan partisipasi kelompok disabilitas maupun untuk perbaikan citra lembaga KPU secara keseluruhan di mata publik sehingga membuka ruang untuk kelompok disabilitas tertentu untuk ikut dalam proses seleksi. Untuk menciptakan pilkada yang inklusif, maka perlu dimulai dari penyelenggara yang juga inklusif pada setiap tingkatan.


Selengkapnya