Pengendalian Gratifikasi Wujudkan Penyelenggaraan Pemilu Berintegritas
sumbar.kpu.go.id – Praktek pemberian sejatinya adalah hal wajar dalam budaya masyarakat Indonesia dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam peringatan hari raya, ekspresi persahabatan, dan wujud terima kasih. Namun sebagai penyelenggara pemilu, personil KPU baik komisioner maupun sekretariat, dari pusat hingga ke badan adhock harus hati-hati dalam menyikapi pemberian dari orang lain.
Pemberian dalam arti luas atau gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan masuk ke dalam ranah tindak pidana korupsi. Hal ini disampaikan Nanang Supriyatna, Inspektur Utama KPU RI yang menjadi narasumber pada kegiatan Sosialiasi Pengendalian Gratifikasi yang dilaksanakan KPU Provinsi Sumatera Barat pada Rabu (11/5/2022).
Kegiatan yang diikuti oleh Ketua dan Anggota KPU Sumbar dan kabupaten/kota, Sekretaris dan jajaran sekretariat KPU Sumbar dan kabupaten/kota se-Sumatera Barat ini dibuka oleh Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan, Amnasmen. Dalam sambutannya, Amnasmen menekankan pentingnya sosialiasi ini dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN di lingkungan KPU. “Kita rentan mendapatkan hadiah yang berhubungan dengan pekerjaan kita. Jangan sampai hal ini menciderai integritas kita sebagai penyelenggara pemilu”, ujar Amnasmen.
Jajaran KPU harus memahami perbedaan gratifikasi dan suap. Kunci dalam menerima pemberian uang, barang, dan fasilitas-fasilitas dari orang lain adalah jika pemberian tersebut berkaitan dengan jabatan. Jika pemberian tersebut berhubungan dengan penyelenggaan pemilu, atau menimbulkan konflik kepentingan, atau jika jumlahnya melebihi ketentuan yang diatur, maka personil KPU harus melaporkan pemberian tersebut kepada Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) sesuai tingkatan. Lebih lanjut sistematika pelaporan ini diterangkan oleh Nur Wakit Ali Yusron, Inspektur Wilayah III KPU RI sebagai narasumber kedua. “Jika telah diverifikasi oleh UPG dan diputuskan bahwa laporan tersebut harus diteruskan, maka penerima gratifikasi harus melaporkan hadiah yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui laman resmi atau menggunakan aplikasi GOL (gratifikasi online) KPK”, terang Nur Wakit.
Sesi diskusi dalam kegiatan yang dilakukan secara daring ini mengelaborasi lebih dalam potensi-potensi gratifikasi yang bisa saja terjadi di satuan kerja (satker) masing-masing. Peserta sosialisasi memaparkan pengalaman yang mereka alami dan bertanya pada narasumber tentang strategi menghindar dari gratifikasi. Kegiatan yang berakhir pada pukul 13.00 WIB ini ditutup oleh Koordinator Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, Yuzalmon. “Sudah ada regulasi yang mengatur mulai dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi hingga Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2015 tentang pengendalian gratifikasi ini. Berpegang teguh pada aturan menjadi dasar tegaknya integritas penyelenggara pemilu”, tutup Yuzalmon.* (parmas/AA)