Pilkada Tanpa Hambatan, Hak Suara Tanpa Batas
Rani Zuwe
Pilkada adalah hak dasar setiap warga negara. Setiap orang berhak memilih pemimpin yang akan mewakili mereka, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan (disabilitas). Namun, tidak semua orang mendapatkan akses yang setara untuk menjalankan hak pilihnya. Di Sumatera Barat, yang memiliki topografi yang beragam, tantangan untuk menjamin aksesibilitas pemilih disabilitas menjadi semakin besar. Berkaca pada tahapan pelaksanaan Pilkada 2024 di Sumatera Barat, secara keseluruhan terselenggara dengan sangat baik. Namun, dibalik suksesnya pelaksanaan Pilkada 2024 ini tentunya ada sisi yang perlu diperbaiki.
Ada 26.541 pemilih tersebar di 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat menjadi bagian dari pemilih disabilitas yang telah mensukseskan gelaran pilkada pada 27 November 2024 lalu. Suara yang sangat perlu diperhatikan dengan fokus pada pentingnya menyediakan TPS yang ramah disabilitas dan memastikan hak suara mereka tidak terhalang oleh hambatan fisik atau struktural.
Tantangan Aksesibilitas
Sebuah pengalaman nyata yang mencerminkan tantangan besar dalam aksesibilitas pemilih disabilitas terjadi pada pemilu sebelumnya. Di lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) saya terdapat warga yang memiliki keterbatasan atau disabilitas. Walaupun begitu, TPS tersebut memiliki anak tangga tanpa jalur khusus untuk kursi roda atau pemilih dengan gangguan mobilitas lainnya. Bagi pemilih yang menggunakan kursi roda atau mereka yang kesulitan bergerak, mencapai TPS ini bukan hanya hal yang sulit, tetapi tentu harus mendapatkan bantuan dari orang lain.
Pada hari pemungutan suara, saya menyaksikan cukup sulitnya seorang warga yang menggunakan kursi roda untuk mencapai tempat pemungutan suara. Meskipun ada beberapa orang yang siap membantu, mereka terpaksa mengangkat kursi roda melalui tangga, yang jelas bukan solusi ideal. Bahkan setelah mereka berhasil mencapai lantai tempat TPS, mereka merasa cemas dan tidak nyaman karena tidak ada fasilitas lain yang mendukung aktifitas mereka di sekitar TPS. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin tampak sepele, tetapi bagi pemilih disabilitas, ini adalah hambatan yang nyata yang mencegah mereka untuk menggunakan hak pilih mereka secara bebas dan setara. Ini bukan hanya masalah fisik, tetapi juga mencerminkan kesetaraan akses dalam proses demokrasi yang seharusnya dapat dijalani oleh setiap warga negara.
Jika diperhatikan ada beberapa hambatan disabilitas dalam pemberian suara di TPS yang dapat diidentifikasi. Pertama, Aksesibilitas TPS yang terbatas. Faktanya, tidak semua TPS di Sumatera Barat, dilengkapi dengan fasilitas yang ramah disabilitas. Beberapa TPS terletak di lantai atas atau di tempat yang sulit dijangkau, tanpa adanya jalur untuk kursi roda. Hal ini tentu saja menghalangi pemilih disabilitas fisik untuk datang dan memberikan suara mereka. Dalam beberapa kasus, pemilih disabilitas terpaksa memilih untuk tidak datang ke TPS karena tidak ada akses yang sesuai, atau bahkan ada yang harus dibantu oleh beberapa orang untuk mencapai lokasi.
Kedua, kurangnya fasilitas penunjang. Selain jalur yang tidak ramah kursi roda, fasilitas lain seperti meja pemungutan suara yang dapat diakses oleh pemilih dengan kursi roda atau meja yang rendah bagi pemilih disabilitas juga sering kali tidak tersedia. Beberapa TPS mungkin juga tidak dilengkapi dengan perangkat lain, seperti papan braille bagi pemilih dengan gangguan penglihatan atau penerjemah bahasa isyarat untuk pemilih dengan gangguan pendengaran. Ketiga, akses informasi yang terbatas. Selain tantangan fisik di TPS, akses informasi juga menjadi hambatan besar. Banyak materi sosialisasi pilkada yang hanya tersedia dalam bentuk tulisan atau poster yang tidak ramah bagi pemilih dengan disabilitas penglihatan. Selain itu, tidak semua daerah menyediakan penerjemah bahasa isyarat atau materi dalam format audio bagi pemilih dengan gangguan pendengaran. Hal ini menyebabkan pemilih disabilitas sering kali kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat.
Meningkatkan Aksesibilitas
Agar hak suara tanpa batas dapat terwujud, langkah-langkah konkret perlu dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas bagi pemilih disabilitas. Aspek ini perlu menjadi perhatian penyelenggara agar partisipasi disabilitas bisa meningkat. Di antaranya desain TPS yang ramah disabilitas dengan memperhatikan aksesibilitas. Ini termasuk menyediakan jalur khusus bagi kursi roda, meja pemungutan suara yang bisa diakses oleh pemilih dengan gangguan mobilitas, dan ruang yang cukup luas untuk memastikan pemilih disabilitas dapat memilih dengan nyaman. Pemilihan lokasi TPS yang strategis juga penting, di mana lokasi tersebut mudah dijangkau oleh semua orang, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Selain itu, fasilitas pendukung yang memadai dengan memperhatikan fasilitas TPS yang memadai, seperti kursi roda, papan Braille, alat bantu dengar, dan penerjemah bahasa isyarat jika diperlukan. Ini juga harus didukung oleh petugas TPS harus terlatih untuk memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan pemilih disabilitas. Begitu juga menlakukan sosialisasi dan edukasi yang inklusif. Kegiatan ini memperhatikan aspek materi kampanye dan sosialisasi Pilkada 2024 perlu disiapkan dalam format yang lebih ramah disabilitas, seperti video dengan teks terjemahan, materi audio, atau informasi dalam Braille. Hal ini akan memastikan bahwa pemilih disabilitas memiliki akses yang setara untuk mendapatkan informasi terkait Pilkada, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Asepak lain adalah pengawasan dan evaluasi aksesibilitas TPS dengan memberi perhatian pada evaluasi pasca-pilkada untuk menilai seberapa efektif langkah-langkah aksesibilitas yang sudah diterapkan. Jika masih ada kekurangan, langkah-langkah perbaikan harus segera diterapkan agar pemilih disabilitas dapat memilih dengan nyaman dan tanpa hambatan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat untuk menjamin hak suara pemilih disabilitas. Kebijakan yang mendukung aksesibilitas harus dibuat, dan dana yang cukup harus dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas di setiap TPS. Selain itu, pelatihan untuk petugas pemilu sangat penting agar mereka dapat memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan pemilih disabilitas. Pemilih disabilitas memiliki hak yang sama untuk memilih dan ikut serta dalam menentukan masa depan daerah. Aksesibilitas bukanlah sebuah tambahan, tetapi sebuah keharusan. Dengan memastikan bahwa hak suara tanpa batas terjamin, kita bukan hanya memberi kesempatan kepada pemilih disabilitas, tetapi juga memperkuat pondasi demokrasi itu sendiri. Dengan usaha bersama, kita dapat mewujudkan pilkada yang tidak hanya bebas dari hambatan fisik, tetapi juga memastikan bahwa setiap suara didengar dan dihargai.
Pilkada tanpa hambatan adalah pilkada yang memastikan setiap warga negara, termasuk pemilih disabilitas, dapat menggunakan hak pilih mereka tanpa terhalang oleh akses yang tidak memadai. Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa tantangan aksesibilitas di TPS masih sangat nyata. Namun, dengan langkah-langkah perbaikan yang tepat agar pilkada yang dilaksanakan inklusif dan demokratis bagi semua warga negara tanpa terkecuali.