Strategi Kebijakan Penanganan Masalah Pengadaan dan Distribusi Logistik Pilkada Tahun 2024
Lati Praja Delmana
Kompleksitas dan kerumitan Pemilihan Serentak Tahun 2024 mengharuskan penyelenggara pilkada untuk dapat menyusun strategi menghadapi tantangan. Salah satunya terkait permasalahan pengadaan dan distribusi logistik pilkada. Logistik pilkada membutuhkan jenis dan spesifikasi logistik yang beragam dengan waktu yang singkat menjadikan tahapan ini krusial karena mengindikasikan kerawanan dan potensi kecurangan yang tinggi. Kegagalan pengadaan dan distribusi logistik akan menghambat pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara, sehingga perlu dilakukan kajian untuk memitigasi permasalahan dan strategi untuk menghadapinya.
Berbagai permasalahan logistik Pilkada dan Pemilu Tahun 2024, 2020 dan 2019 dapat dijadikan refleksi dan bahan evaluasi untuk penyusunan strategi pengadaan dan distribusi logistik Pemilihan 2024 serta pemilu ke depan. Salah satunya adalah masalah logistik pilkada yang rusak, tidak tepat sasaran, jumlah tidak sesuai dengan kebutuhan, kekurangan logistik di kabupaten/kota, kotak suara yang tidak bersegel, surat suara tertukar antar TPS dan permasalahan distribusi logistik tidak tepat waktu. Keterlambatan logistik, ketidak sesuaian dengan jumlah dan spesifikasi kebutuhan dapat mengindikasikan terjadinya malpraktik pemilu.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, dibutuhkan strategi menyelesaikan permasalahan, terutama pengadaan dan distribusi logistik pilkada. Untuk itu perlu dilakukan mitigasi permasalahan logistik pilkada sehingga dapat disusun strategi menghadapi potensi masalah logistik, terutama pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Misalnya, melalui penyusunan strategi dan perbaikan menyeluruh, terintegrasi dan sistematis dari tahap perencanaan, pengadaan dan distribusi. Muaranya adalah terwujudnya tata kelola pengadaan dan distribusi logistik yang baik sehingga memengaruhi efektivitas manajemen pilkada sehingga dapat meningkatkan integritas penyelenggaraan pilkada.
Mitigasi Permasalahan Logistik
Permasalahan logistik berdasarkan tahapan manajemen logistik pemilu dan pilkada, sesuai fakta lapangan selama Pemilu 2024, 2019 dan Pilkada 2020, 2024 membuktikan terdapat permasalahan dalam pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Contohnya, permasalahan anggaran tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan walaupun penyusunan anggaran dilakukan melalui bottom-up, namun tidak seluruh anggaran yang dibutuhkan dapat disahkan dalam DIPA, selain itu tidak cermatnya SDM dan kurangnya koordinasi antara subbagian menyebabkan kesalahan dalam pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Selain itu terdapat permasalahan dalam penyusunan anggaran gudang, yang tidak memasukkan semua item atau fasilitas dalam jumlah anggaran sewa, sehingga banyak KPU Kabupaten/Kota yang mengalami kekurangan anggaran sewa gudang. Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
Pertama, pada tahap perencanaan, permasalahan yang dihadapi adalah jumlah anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan logistik, aturan dan spesifikasi logistik yang belum disesuaikan dengan kondisi geografis dan ketersediaan bahan baku di pasar lokal, peraturan yang sering berubah-ubah mendekati hari pelaksanaan pungut hitung dan aturan KPU yang belum mengakomodasi permasalahan di lapangan dan Peraturan KPU belum mengakomodasi perbaikan permasalahan pemilu/pilkada sebelumnya.
Kedua, pada tahapan pengadaan, permasalahan yang ditemukan adalah keterlambatan proses pengadaan disebabkan sempitnya tahapan pemilu, pengadaan sentralistik, terlambat disahkannya peraturan yang memengaruhi jenis dan spesifikasi logistik Pemilu. Permasalahan yakni spesifikasi, kualitas dan kuantitas logistik yang diproduksi tidak sesuai dengan kontrak, disebabkan karena kelalaian stake holder dalam mengirimkan master desain, seperti penggantian foto peserta pemilu/pemilihan, gambar foto buram dan ketidakmampuan penyedia dalam memenuhi kebutuhan pengadaan logistik tepat waktu dan kuantitas. Kerusakan barang logistik pemilu dan pilkada saat proses produksi menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara, termasuk kasus mudah rusaknya kotak suara bahan duplex, karena terkena air hujan dan rayap sebelum proses distribusi ke TPS. Ketiga, permasalahan pengadaan logistik Pilkada 2024 disebabkan juga karena jumlah logistik besar, banyak jenis, sebaran dan kondisi geografis yang beragam, jadwal yang ketat, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan pelaku usaha yang terbatas, spesifikasi teknis logistik yang sangat presisi, ketidakpastian bakal calon, sentisifitas untuk dipolitisasi, penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan usaha kecil.
Strategi dan Inovasi Penaganan Permasalahan Pengadaan dan Distribusi Logistik
Berdasarkan hasil mitigasi permasalahan logistik pilkada, beberapa strategi kebijakan yang dilakukan penyelenggara agar permasalahan logistik pilkada di atas tidak terulang. Pertama, pengadaan dan distribusi logistik melalui moderenisasi dan integrasikan tahapan perencanaan, pengadaan dan distribusi logistik pemilu menggunakan teknologi informasi. Jenis inovasi yang ditawarkan KPU adalah inovasi teknologi manajemen logistik melalui Sistem Informasi Logistik (SILOG), tujuannya untuk meningkatkan efektifitas, keakuratan, kecepatan, keandalan, pengawasan dan pengendalian pengadaan dan distribusi logistik secara berkelanjutan.
Kedua, strategi percepatan proses pengadaan logistik melalui e-katalog mini kompetisi dengan penyedia terverifikasi. Sempitnya waktu proses pengadaan logistik tahun 2024 mengharuskan penyelenggara untuk membuat strategi dan inovasi dalam proses tahapan pengadaan, salah satunya dengan menggunakan strategi pengadaan konsolidasi e-katalog dengan mini kompetisi. Sedangkan E-katalog adalah sistem informasi pengadaan barang dan jasa yang dikembangkan oleh LKPP, dengan spesifikasi dan proses kurasi harga barang dilakukan Pokja Katalog. Adanya e-katalog dapat mempermudah KPU dalam melaksanakan perbandingan harga secara cepat dan transparan sehingga dapat menghemat waktu jika dibandingkan dengan proses lelang biasa.
Permasalahan pengadaan dan distribusi logistik Pilkada Tahun 2024 dapat diminimalisir dengan melakukan perubahan kebijakan pengadaan barang jasa sesuai dengan kondisi lapangan. Ada beberapa aspek dari kebijakan tersebut yang perlu menjadi perhatian. Pertama, perubahan mekanisme proses pengadaan dari sentralisasi menuju desentralisasi berdasarkan urgensi dan kepentingan. Kedua, proses pemilihan penyedia dilakukan melalui e-catalog sektoral dengan kategori kualifikasi usaha Non-UMK menyebabkan terbatasnya penyedia lokal yang ikut berpartisipasi dalam pengadaan, sehingga meningkatkan risiko keterlambatan dan ketidak efisienan biaya. Ketiga, tidak sinkronnya jumlah perencanaan kebutuhan awal logistik dengan pengadaan akibat penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Calon Tetap (DCT) yang menimbulkan potensi kesalahan sehingga perlu dilakukan pencermatan ulang dan adendum kontrak.
Keempat, aplikasi Sistem Informasi Logitistik (SILOG) belum mampu mengintegrasikan perencanaan pengadaan, realisasi pengadaan dan manajemen logistik secara otomatis dan masih bergantung kepada inputan operator secara manual menimbulkan potensi ketidak akuratan dan keterlambatan. Kelima, belum adanya indikator penilaian kualitas dan kinerja manajemen logistik pilkada secara kuantitatif dan berkesinambungan, sehingga belum dapat membandingkan kualitas tata kelola logistik antara pilkada ataupun pemilihan sebelumnya dengan kualitas saat ini, dengan adanya indikator kualitas diharapkan permasalahan manajemen logistik Pemilihan dapat ditekan dan diantisipasi.
Keenam, merekomendasikan untuk menciptakan model tata kelola logistik pilkada pada daerah rawan bencana dan sulit. Ketujuh, meningkatkan kompetensi PPK/PBJ dan PPHP melalui bimbingan teknis yang berkelanjutan. Kedelapan, membangun indikator kualitas serta melaksanakan evaluasi dan penilaian kinerja manajemen logistik pilkada secara kuantitatif dan berkesinambungan. Dengan adanya strategi dan usulan kebijakan di atas, diharapkan permasalahan manajemen logistik pilkada dapat ditekan dan diantisipasi.