Peningkatan Partisipasi Pemilih Melalui Pendidikan Pemilih Berkelanjutan
Hardiansyah Padli
Pemilihan umum merupakan bagian dari proses perwujudan negara yang menganut sistem demokrasi. Di dalam konteks lokal, pemilihan merupakan elemen penting dalam proses rekrutmen politik pada level lokal di era modern. Pemilihan menjadi sarana bagi warga negara untuk menunjuk calon kepala daerah yang akan mengisi jabatan kepala daerah. Di setiap tatanan demokrasi, warga negara memiliki hak untuk menentukan bagaimana masa depan suatu daerah. Bahkan dalam konstitusi kita, hak untuk memilih ini diakomodir dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, partisipasi warga negara dalam pemilihan sangat diperlukan, mengingat warga negara mempunyai hak pilih yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain.
Bagaimanapun, komponen penting dalam penyelenggaraan pemilihan adalah warga negara sebagai pemilih. Pemilih merupakan ukuran penting dalam menentukan sukses atau tidaknya pemilihan. Pemilihan dapat berjalan demokratis jika ada pemilih yang ikut serta dalam penyelenggaraan tersebut. Dalam penyelenggaraan pemilihan, peningkatan partisipasi pemilih menjadi indikator penting. Semakin meningkat jumlah partisipasi pemilih, semakin baik pula kualitas demokrasi di suatu daerah.
Sumatera Barat sebagai salah satu daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah berhadapan dengan persoalan rendahnya partisipasi pemilih. Partisipasi pemilih Sumatera Barat pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020. Tercatat partisipasi pemilih Sumatera Barat pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 sebesar 57,17% dari jumlah daftar pemilih tetap sebesar 4.103.000. Angka tersebut jauh dari target nasional sebesar 82%. Bahkan angka tersebut masih di bawah angka partisipasi Pilkada 2020 yaitu 61,68% yang dilaksanakan pada masa pandemi Covid 19.
Agaknya hal ini menjadi problem bersama untuk segera dicarikan solusinya. Benar bahwa angka partisipasi pemilih sering mengalami fluktuasi, tetapi partisipasi pemilih yang tinggi mencerminkan legitimasi terhadap pemerintahan yang berjalan dan keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawal kebijakan publik. Oleh karena itu diperlukan fomulasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi persoalan rendahnya partisipasi pemilih pada perhelatan pemilihan.
Salah satu strategi yang efektif melalui pendidikan pemilih berkelanjutan. Pendidikan pemilih berkelanjutan maksudnya adalah pendidikan pemilih tidak hanya dilakukan sebatas pada saat tahapan pemilihan berlangsung, tetapi pendidikan pemilih dilakukan secara terus-menerus baik itu di luar tahapan maupun di dalam tahapan sehingga muncul kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan bertanggungjawab. Karena, pendidikan pemilih merupakan elemen penting dalam mewujudkan pemilihan berkualitas. Pendidikan pemilih adalah sarana untuk melahirkan pemilih yang rasional. Pemilih yang dapat menentukan pilihan politik yang tidak lagi berdasarkan materi dan kompensasi politik jangka pendek, melainkan berdasarkan kepada track record, visi misi, dan integritas dari si calon.
Artikel ini akan mengkaji urgensi peningkatan partisipasi pemilih, pendidikan pemilih berkelanjutan sebagai solusi, dan strategi implementasi pendidikan pemilih berkelanjutan.
Urgensi Peningkatan Partisipasi Pemilih
Jika kita mencari sandaran teori dalam diskursus demokrasi maka istilah partisipasi pemilih jarang ditemukan. Teori yang sering digunakan untuk menjelaskan keterlibatan aktif warga negara dalam demokrasi adalah partisipasi politik. Namun, Partisipasi pemilih merupakan bagian dari partisipasi politik yang lebih luas. Tingkat partisipasi pemilih sering kali menjadi indikator utama dari keterlibatan politik suatu masyarakat.
Suryadi dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Politik: Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep, mengungkapkan, bahwa partisipasi pemilih merupakan bentuk perwujudan negara demokrasi, di mana masyarakat dilibatkan langsung dalam pemilihan. Dalam hal ini, warga negara berperan penting dalam menyeleksi pejabat-pejabat negara yang nantinya akan mengatur pemerintahan maupun kebijakan-kebijakan yang akan mereka ambil nantinya.
Lebih lanjut Syamsuddin Haris dalam bukunya Partai, Pemilu, dan Parlemen di Era Reformasi menjelaskan, setidaknya partisipasi pemilih memiliki manfaat yaitu: (1) memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah dalam bentuk pengiriman wakil atau pendukung, pembuatan pernyataan yang isinya memberikan dukungan terhadap pemerintah, dan pemilihan calon yang diusulkan oleh organisasi politik; (2) menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah dengan harapan agar pemerintah meninjau kembali, memperbaiki, atau mengubah kelemahan tersebut; (3) partisipasi sebagai tantangan terhadap penguasa supaya terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik.
Pendidikan Pemilih Berkelanjutan sebagai Solusi
Pendidikan pemilih berkelanjutan adalah salah satu strategi jangka panjang untuk meningkatkan rendahnya partisipasi pemilih. Pendidikan ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan pencerahan dan pencerdasan kepada masyarakat tentang arti penting mereka dalam pelaksanaan pemilihan. Menurut Buku Pedoman Pendidikan Pemilih yang dikeluarkan oleh KPU RI, pendidikan pemilih adalah usaha untuk menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam pemilu atau potensial pemilih dalam rentang waktu kemudian.
Pendidikan pemilih diperlukan untuk menciptakan pemilih yang sadar dan kritis. Sadar akan hak dan kewajiban selaku warga negara, sehingga mengantarkan pemilih pada kesadaran untuk menunjuk sosok pemimpin yang akan mengelola pemerintahan. Kemudian kritis dalam arti mampu memilih dan memilah sosok pemimpin yang layak untuk dipilih berdasarkan track record, visi misi dan integritas dari calon pemimpin tersebut.
Pemilih mesti difasilitasi dengan baik untuk dapat menggunakan hak pilihnya oleh penyelenggara pemilu. Namun fasilitasi pemilih tentu tidak cukup hanya sekedar memastikan mereka tercatat sebagai pemilih dan menggunakan hak pilihnya secara bebas di bilik suara. Tetapi lebih dari itu, pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan cerdas dan bertanggung jawab. Idealnya preferensi pemilih disandarkan pada pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan rasa tanggung jawab (responsibilities) untuk membangun bangsa dan negara. Maka pada titik ini pula pendidikan pemilih perlu dilakukan untuk membangun preferensi politik yang tepat.
Strategi Implementasi Pendidikan Pemilih Berkelanjutan
Pendidikan pemilih adalah proses menyampaikan pengetahuan kepada pemilih tentang tahapan pemilihan, sehingga dengan pengetahuan tersebut dapat memberdayakan pemilih untuk membuat keputusan yang tepat selama proses pemilihan. Oleh karena itu, mengedukasi pemilih mengenai hak dan tanggung jawab mereka dalam proses pemilihan sangatlah penting.
Sosialisasi pendidikan pemilih dapat membantu meningkatkan jumlah pemilih dan mendorong pemilih untuk membuat keputusan yang tepat. Pendidikan pemilih dalam implementasinya dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: pertama, integrasi dalam sistem pendidikan formal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanamkan pentingnya pendidikan kewarganegaraan dan politik sejak dini hingga perguruan tinggi. Kurikulum tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pemilu demokrasi perlu dimasukkan sehingga kesadaran itu secara sistematis sudah diajarkan sejak dari bangku sekolah.
Kedua, sosialisasi oleh lembaga negara dan organisasi masyarakat. Strategi ini sangat sering dilakukan apalagi menjelang pelaksanaan hari H pemungutan. Ke depan perlu formulasi sosialisasi pendidikan pemilih berkelanjutan yang tepat sasaran, seperti pelibatan organisasi kemasyarakatan untuk menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang kurang tersentuh. Sehingga sosialisasi pendidikan pemilih berdampak terhadap peningkatan partisipasi pemilih.
Ketiga, pemanfaatan teknologi dan digital. Dewasa ini, pola interaksi sosial masyarakat mulai bergeser dari dunia nyata ke media sosial sebagai konsekuensi logis dari kemajuan teknologi. Bahkan interaksi sosial yang terjadi di dunia nyata dipengaruhi oleh percakapan di media sosial. Hal ini menyiratkan bahwa kemajuan teknologi dan penggunaan media sosial telah memengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 221,56 juta orang pada tahun 2024. Angka ini meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebanyak 215,63 juta orang pada periode 2022-2023. Mengingat jumlah pengguna internet yang begitu besar, KPU beserta jajaran yang diberikan amanah oleh Undang-Undang untuk melakukan pendidikan pemilih dapat menggunakan media sosial dan teknologi digital lainnya.
Untuk melakukan pendidikan pemilih secara optimal dibutuhkan kemampuan dalam penggunaan teknologi dan media sosial. Selain itu kemampuan dalam merancang konten-konten menarik terkait pendidikan pemilih juga tak kalah penting. Sehingga proses pendidikan pemilih ini dapat berjalan dengan baik.
Keempat, pendidikan pemilih berbasis komunitas. Belakangan ada banyak komunitas yang terbentuk di tengah masyarakat kita. Komunitas ini terbentuk mulai dari kesamaan hobi, kesamaan suku dan budaya dan hal lain. Hal ini menjadi peluang besar bagi penyelenggara untuk meningkatkan partisipasi pemilih dengan pendidikan pemilih berbasis komunitas. Penyelenggara pemilu dapat mengadakan pelatihan dan forum diskusi, pelibatan tokoh masyarakat dan pemimpin agama, dan penyediaan pusat informasi pemilih di daerah terpencil.
Terakhir, penggunaan model simulasi dan partisipasi langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan cara praktik pelaksanaan pemilihan atau pemilu di sekolah seperti pemilihan ketua OSIS dengan menggunakan perlengkapan dari KPU. Selain itu, hal yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilu adalah pelibatan mahasiswa dan pemuda dalam program magang di penyelenggara pemilu. Dengan begitu, niatan kita untuk meningkatkan partisipasi pemilih dapat terwujud.