Membidik Suara Muda: Upaya KPU Provinsi Sumbar dalam Meningkatkan Partisipasi Gen Z di Pilkada 2024

 Habil Ramanda

Pada Pilkada Tahun 2024, suara Generasi Z (Gen Z) menjadi salah satu penentu arah kebijakan daerah di masa depan. Sebagai kelompok pemilih yang terus bertumbuh, Gen Z generasi yang lahir di kisaran tahun 2000-an punya peran besar dalam menentukan hasil pemilu, termasuk di Sumatera Barat. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumbar, jumlah pemilih muda di Sumbar mencapai 58,7% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 4.088.606 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.310.821 orang berasal dari generasi milenial (kelahiran 1981–1996), sementara 1.089.251 orang adalah Gen Z.

Partisipasi Gen Z dalam pilkada sangat penting karena isu-isu yang relevan bagi mereka seperti pendidikan, lapangan kerja, teknologi, dan lingkungan. Kandidat berpotensi mendapat perhatian lebih jika suara mereka terdengar. Partisipasi yang tinggi dari pemilih muda juga memperkuat legitimasi hasil pilkada. Jika tingkat partisipasi tinggi, hasil pilkada akan lebih mencerminkan keinginan masyarakat secara luas. Namun, perlu diakui bahwa meningkatkan partisipasi Gen Z bukan perkara mudah. Tantangan utama muncul dari ketidakpercayaan terhadap politik, kurangnya pendidikan politik, dan pengaruh besar media sosial dalam membentuk persepsi politik.

Di tengah tantangan ini, KPU Provinsi Sumbar mencoba melakukan langkah strategis untuk membangkitkan kesadaran politik di kalangan pemilih muda.

 

Potret Partisipasi Politik Gen Z di Sumbar

Partisipasi politik Gen Z di Sumbar pada pemilu sebelumnya masih terbilang fluktuatif. Merujuk pengamat politik Universitas Andalas, Prof. Asrinaldi, keterlibatan Gen Z dalam politik masih di bawah ekspektasi. Mereka aktif mengomentari isu politik di media sosial, tetapi ketika hari pemungutan suara tiba, sebagian dari mereka memilih golput atau tidak menggunakan hak pilih.

Beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi Gen Z antara lain pendidikan politik yang kurang memadai, ketidakpercayaan terhadap politik, pengaruh media sosial, dan minimnya keteladanan dari politisi. Menurutnya, Gen Z kerap merasa kebingungan dalam memahami proses politik dan pemilu karena pendidikan politik yang minim di lingkungan pendidikan maupun keluarga. Maraknya kasus korupsi, janji kampanye yang tidak terealisasi, serta politik identitas juga membuat Gen Z cenderung apatis terhadap politik. Sikap politisi yang tidak transparan dan kurang memperhatikan kebutuhan kaum muda membuat Gen Z merasa tidak memiliki alasan kuat untuk berpartisipasi.

Metode yang paling cocok untuk mendekati Gen Z dalam sosialisasi politik adalah dengan menyelaraskan cara penyampaian informasi dengan hobi dan gaya hidup mereka. Misalnya, jika mereka memiliki ketertarikan pada musik dan sering berkumpul di kafe, maka sosialisasi bisa dilakukan di sana. Di tempat-tempat seperti itu, informasi tentang politik dapat disampaikan dengan santai dan relevan, menjelaskan mengapa politik itu penting dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan mereka.

Selain itu, layanan informasi di internet juga perlu diperkuat. Media yang bertanggung jawab harus menyediakan akses informasi yang mudah dijangkau, sekaligus mampu merespons jika Gen Z ingin tahu lebih dalam. Artinya, metode sosialisasi ini harus bersifat interaktif, bukan sekadar menghadirkan situs jaringan, billboard, atau unggahan media sosial yang hanya bersifat satu arah. Gen Z membutuhkan ruang untuk berinteraksi dan berdiskusi karena mereka tumbuh di era digital yang menuntut keterlibatan aktif.

Meski begitu, ada perbedaan mencolok antara Gen Z dan generasi sebelumnya dalam menyikapi politik. Generasi milenial, menurut banyak kajian, cenderung lebih pragmatis dan memilih berdasarkan manfaat ekonomi atau jaringan politik. Sementara itu, Gen Z lebih kritis terhadap isu-isu seperti lingkungan, kesetaraan gender, dan kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih adaptif dan interaktif menjadi kunci untuk meningkatkan partisipasi politik di kalangan Gen Z.

 

Strategi Menarik Minat Politik Gen Z

Melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi, KPU Provinsi Sumbar berupaya menumbuhkan kesadaran politik di kalangan Gen Z dan menarik minat mereka untuk menggunakan hak pilih pada Pilkada 2024. Jons Manedi, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Sumbar, menjelaskan bahwa salah satu strategi utama yang dilakukan KPU Provinsi Sumbar adalah pendidikan politik secara langsung melalui kegiatan kemah pemilih pemula. KPU Provinsi Sumbar membuat Kemah Pemilih Pemula di Mifan, Padang Panjang, selama empat hari tiga malam. Dalam kegiatan tersebut, peserta diajarkan tentang tahapan pemilu, mulai dari proses pencalonan, kampanye, hingga pemungutan dan penghitungan suara. Puncaknya, diadakan simulasi pemilihan dengan memilih Gubernur Jambore Pelajar sebagai latihan praktik dalam berdemokrasi. Kegiatan seperti ini membuat pemilih muda lebih paham proses politik. Mereka juga jadi lebih antusias untuk berpartisipasi dalam pemilu yang sesungguhnya.

Selain melalui kegiatan di luar sekolah, KPU Provinsi Sumbar juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan melalui program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dalam program ini, dilakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, menjadi pembina upacara, dan bahkan memfasilitasi pemilihan ketua OSIS di beberapa sekolah di Sumbar. KPU Provinsi Sumbar berikhtiar dengan menghadirkan proses pemilu ke dalam kehidupan sehari-hari mereka, kita berharap mereka jadi lebih siap untuk berpartisipasi dalam pilkada.

Media sosial menjadi senjata utama KPU dalam menjangkau Gen Z. KPU Provinsi Sumbar rutin memposting konten edukasi tentang pemilu di Instagram, TikTok, dan YouTube. Bahkan, juga diadakan podcast politik di YouTube minimal dua kali dalam sebulan untuk membahas isu-isu politik terkini dan menjawab pertanyaan dari pemilih muda. Gen Z lebih mudah terhubung lewat konten visual dan interaktif. Inilah yang menjadi dasar kenapa informasi disampaikan dengan cara yang menarik dan mudah dicerna.

Sementara itu, Bawaslu Provinsi Sumatera Barat juga berpartisipasi dalam pengawasan untuk memastikan proses pemilu berjalan jujur dan adil, terutama dalam menghadapi tantangan yang menyasar pemilih muda atau Gen Z. Statetmen Komisioner Bawaslu Sumbar, M. Khadafi, menegaskan bahwa pengawasan dilakukan di setiap tahapan pemilu, mulai dari pemutakhiran data pemilih, proses kampanye, hingga penghitungan suara. Pengawasan di lapangan diperkuat, termasuk memantau di TPS untuk memastikan tidak ada intervensi atau tekanan yang dapat memengaruhi pilihan pemilih muda.

Dalam menghadapi pengaruh kampanye digital, Bawaslu Provinsi Sumbar telah membentuk tim siber untuk memantau aktivitas kampanye di media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Pengawasan ini mencakup potensi pelanggaran seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, politik uang berbasis digital, dan kampanye hitam. Jika ditemukan dugaan pelanggaran, akan segera dindaklanjuti sesuai dengan regulasi yang berlaku. Bawaslu Provinsi Sumbar juga menjalin kerja sama dengan platform media sosial dan membuka kanal pengaduan bagi masyarakat, termasuk pemilih muda, untuk melaporkan dugaan pelanggaran kampanye digital. Ini adalah bagian dari upaya untuk memastikan kampanye yang bersih, transparan, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang yang mana penulis aktif didalamnya, turut serta memberikan edukasi kepada anak muda terkait hoaks dan cek fakta Pilkada 2024. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang membuat program edukasi kepada anak muda tentang bahaya hoaks dan pentingnya cek fakta selama masa Pilkada. AJI Padang menggelar prebunking campaign atau kampanye pencegahan hoaks di acara Car Free Day Padang pada 10 September 2024. Melalui permainan edukatif “Permainan ular Tangga," peserta diajak menjawab pertanyaan seputar Pilkada 2024. Ketua AJI Padang, Novia Harlina menyampaikan bahwa mereka ingin anak muda paham bahwa informasi yang salah bisa memengaruhi hasil pemilu. Jadi, penting untuk tahu cara memverifikasi informasi sebelum mempercayainya.

Tak hanya itu, AJI Padang bersama Masyarakat Sipil Sumbar juga membentuk Koalisi Cek Fakta Sumbar, yang sebagian besar diisi oleh Gen Z. Koalisi ini aktif mengadakan diskusi sepanjang September hingga Desember 2024, menyasar komunitas dan kampus di berbagai daerah. Di Kota Solok, misalnya, diskusi bertajuk "Anak Muda Lawan Hoaks" digelar pada 23 November 2024, empat hari sebelum hari pencoblosan. AJI Padang juga masuk ke kampus-kampus untuk mengadakan pelatihan cek fakta bagi mahasiswa. Gen Z ini kritis, tapi sering terjebak informasi palsu, karenanya mereka harus mulai terbiasa melakukan cross-check sebelum menyebarkan informasi.

Apa Kata Gen Z?

Beberapa Gen Z di Kota Padang penulis wawancarai mengenai pendapat mereka tentang pendekatan KPU terhadap generasi mereka. Salah satu siswi SMA Negeri di Padang, Siti Rahma (18), yang pada November 2024 akan menjadi pemilih pemula, awalnya menganggap politik sebagai urusan orang dewasa. Namun, pandangannya berubah setelah KPU datang ke sekolahnya dan mengadakan sosialisasi. Di lingkungan keluarganya memang kurang minat terhadap politik, tapi setelah mendapatkan sosialisasi dari KPU, ia mulai tertarik untuk datang ke TPS dan ikut memilih dalam Pilkada 2024. Banyak remaja yang pikir politik itu urusan orang tua. Tapi setelah tahu kalau suara mereka bisa menentukan kebijakan daerah, akhirnya ia datang ke TPS untuk nyoblos pertama kali.

Hal senada juga disampaikan Ichsanul Amal (20), mahasiswa Universitas Negeri Padang. Sejak menjadi mahasiswa, sebenarnya ia sudah banyak mengikuti diskusi soal politik. Namun, baru pada Pilkada 2024 ini, ia menyadari betapa pentingnya berpartisipasi dalam proses politik. Dia mulai membandingkan visi dan program kerja para calon. Ternyata memilih itu penting karena bisa menentukan masa depan Sumbar. Dengan potensi besar dari kelompok pemilih muda, Pilkada 2024 di Sumatera Barat berpeluang menciptakan momentum politik yang lebih sehat dan representatif. Partisipasi Gen Z bukan hanya soal jumlah suara, tetapi juga menjadi indikator keterlibatan politik yang lebih matang dan berkualitas. 

Menurut Prof. Asrinaldi, komunitas politik masyarakat, termasuk Gen Z, harus lebih proaktif dalam mendorong keterlibatan anak muda dalam politik. Ia menekankan bahwa pendekatan melalui figur inspiratif yang berasal dari kalangan Gen Z sendiri bisa menjadi cara efektif untuk menarik minat mereka.  Gen Z yang sekarang jadi politisi bisa jadi contoh yang bagus. Misalnya, menghadirkan figur seperti Wakil Gubernur Vasko, Sherin yang sekarang angota DPD, atau Kimonika. Kalau mereka bisa, kenapa saya tidak bisa? Itu bisa jadi motivasi kuat bagi Gen Z untuk ikut terlibat dalam politik. Strategi ini dinilai efektif karena Gen Z cenderung lebih mudah terhubung dengan figur yang mereka anggap relatable dan inspiratif. Dengan menghadirkan sosok yang berasal dari kalangan mereka sendiri.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 38 Kali.