Tantangan dan Harapan dalam Verifikasi Faktual Dukungan Paslon Perseorangan
Dedi Asmara
Salah satu tahapan di Pemilihan Serentak Nasional Tahun 2024 adalah Tahapan Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Pada tahapan ini masing-masing bakal calon calon menyiapkan semua berkas pencalonan agar bisa diterima berkas pendaftarannya oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten, dan KPU Kota. Berbagai macam dokumen disiapkan oleh masing-masing bakal calon mulai dari ijazah, dokumen kependudukan, surat keterangan berbadan sehat, dan yang tak kalah penting adalah surat resmi dari partai politik yang menyatakan dukungan kepada bakal calon tersebut. Selain dukungan partai politik, bakal pasangan calon juga berhak maju sebagai kontestasi dengan dukungan dari masyarakat di wilayah tertentu dengan dibuktikan Memenuhi Syarat (MS) saat verifikasi adaministrasi dan faktual dilakukan oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dengan jajarannya.
Setiap pasangan calon perseorangan yang ikut kontestasi politik pemilihan lewat jalur independen harus memgumpulkan fotokopi KTP Elektronik sesuai domisili. Pengumpulan fotokopi KTP Elektoronik ini dilakukan oleh tim/LO atau petugas penghubung dari bakal pasangan calon. Berbagai cara mereka lakukan dalam pengumpulan fotokopi KTP Elektronik ini. Mulai dari cara mendatangi masyarakat secara door to door sampai berkomunikasi dengan pihak atau lembaga tertentu untuk mendapatkan fotokopi KTP Elektronik pemilih.
Bahkan ada bakal pasangan calon yang dari awal sebelum tahapan Pemilihan Serentak Nasional 2024 dimulai sudah punya fotokopi KTP Elektronik yang disimpan apik dalam box yang aman dari kerusakan. Selain itu dokumen fotokopi KTP elektronik tersebut sudah disimpan dalam bentuk digital dan tersimpan dalam berbagai penyimpanan baik di google drive maupun penyimpan digital lainnya.
Setelah penyerahan syarat dukungan, KPU memastikan bahwa dokumen telah di unggah dalam aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon). Salah satu elemen bukti dukungan yang sangat penting adalah KTP Elektronik warga yang nantinya terdaftar sebagai pemilih. KPU diberi waktu untuk melakukan verifikasi administrasi. Karena data yang akan diverifikasi banyak, maka KPU biasa meminta bantuan tenaga kepada PPK di wilayah kerjanya. Pada saat verifikasi administrasi dilakukan pencocokan data yang telah diinput oleh operator bakal pasangan calon dengan fotokopi KTP Elektronik yang telah unggah.
Jika datanya benar dan sesuai serta memenuhi jumlah dukungan yang dipersyaratkan, maka dinyatakan Memenuhi Syarat (MS). Namun, jika terdapat ketidakcocokan, maka dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Di dalam tahapan verifikasi administrasi (vermin) ini, hanya dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota bersama jajarannya, yang biasanya melibatkan PPK. Persoalan timbul, saat tim bakal pasangan calon yang telah menginput data dan dokumen persyaratan bakal pasangan calon tidak dilibatkan. Jika ada dokumen yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS), maka tim tersebut tidak bisa melakukan sanggahan atau klarifikasi. Setelah semua proses verifikasi administrasi selesai, maka KPU melakukan rapat pleno penetapan dengan mengunduh seluruh dokumen yang MS dan TMS. Semua dokumen yang MS akan dilanjutkan untuk verifikasi faktual di lapangan.
Ketika semua dokumen sudah diverikasi administrasi, maka dilaksanakan verifikasi faktual di lapangan. Verifikasi ini dilakukan dengan sistem sensus dan door to door menemui masyarakat di rumah, warung, atau di tempat para pendukung tersebut dapat ditemui. Selain menemui langsung, juga dilakukan dengan cara video call dengan menggunakan aplikasi whatsApp. Sebelum KPU melakukan verifikasi faktual di lapangan, KPU mengeluarkan surat keputusan dan surat tugas untuk verifikator yang biasanya direkrut dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) di nagari. Jika jumlah data vermin banyak, maka KPU menambah verifikator yang biasanya direkrut berasal dari sekretariat PPS atau orang yang mampu melaksanakan tugas sebagai verifikator.
Setelah dilakukan bimbingan teknis verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan oleh KPU, maka dilaksanakan verifikasi faktual di lapangan dengan menemui pendukung bapaslon tersebut. Banyak dilema yang ditemukan oleh petugas verifikator di lapangan. Sebelum petugas tim verifikator terjun ke lapangan mereka terlebih dahulu berkoordinasi dengan PPK, Pemerintahan nagari, Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam), Pengawas Kelurahan/Desa (PKD), dan tokoh masyarakat.
Berbagai tantangan yang mereka hadapi di lapangan untuk menemui orang yang akan diverifikasi faktual. Untuk melakukan verifikasi faktual, petugas diharuskan menemui orang tersebut secara langsung atau melalui video call. Menemui secara langsung ini memang agak sulit apalagi di perkampungan yang mayoritas masyarakat bekerja dan bermalam di ladang. Mereka pulang ke rumah pada hari tertentu. Tak jarang petugas verifikasi faktul langsung turun dan berkunjung ke ladang si pendukung tersebut walau menghadapi rintangan dan tantangan yang sulit.
Selain kondisi demikian, juga ada kondisi dimana pendukung yang ditemui oleh verifikator merasa kaget dan terkejut bahwa KTP Elektoroniknya merasa dicatut dan diinput secara sepihak oleh operator bakal pasangan calon. Tak heran sebagian masyarakat tersebut merasa dirugikan dan marah ke verifikator. Mereka melampiaskan kemarahannya ke verifikator sambil menanyakan dari mana dan siapa yang memberikan dokumen KTP Elektroniknya. Bagi verifikator yang tabah dan sabar, bisa menerima hal ini. Akan berbeda dengan verifikator yang kurang sabar dalam menjawab pertanyaan dari si pendukung, tentu akan menimbulkan suasana yang tidak kondusif dan menyenangkan.
Bagi verifikator yang telah datang ke rumah pendukung namun yang bersangkutan tidak ada di rumah, maka disarankan kembali datang ke rumah yang bersangkutan. Ketika verifikator memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya, sebagian pendukung malahan tidak mengetahui bakal pasangan calon dan berharap akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Jelas dari proses verifikasi faktual ditemukan bahwa sebagian pendukung tidak mengetahui latar belakang bakal pasangan calon.
Persoalan lain yang tak kalah menarik saat verifikasi faktual di lapangan adalah koordinasi dengan pengawas pemilihan baik Panitia Pemilihan Kecamatan (Panwascam) maupun Pengawas Kelurahan Desa (PKD). Saat tim verifikator akan turun ke lapangan, selalu berkoordinasi dengan tim pengawas. Kadang-kadang karena kooridinasi yang kurang baik, juga timbul masalah di lapangan. Masalah yang terjadi pada umumnya terkait waktu kapan tim akan turun ke lapangan melakukan verifikasi faktual. Verifikator ingin melaksanakan tugas pada siang dan sore hari, sementara pengawas menginginkan pada malam hari.
Selain terkait masalah waktu, juga terkait masalah status dukungan. Setelah verifikator melakukan verifikasi dukungan kepada pendukung, kadang-kadang timbul juga masalah dengan pengawas. Pengawas merasa ragu terkait mendukung atau tidak mendukung. Di saat itu juga timbul salah persepsi antara verifikator dan pengawas.
Selain menemui pendukung secara tatap muka, verifikator juga melakukan panggilan video call kepada pendukung yang tidak bisa ditemui. Verifikator disaksikan oleh pengawas saat melakukan panggilan video call. Verifikator meminta untuk memperlihatkan KTP Elektroniknya dan di screenshot oleh verifikator sebagai bukti dukungan. Selain itu, pendukung juga dipersilahkan mengirikam video pendek kepada verifikator dengan memperlihatkan KTP Elektronik sambil memberikan pernyataan mendukung atau tidak mendukung bakal pasangan calon perseorangan.
Setelah verifikasi faktual pertama dilakukan, maka dilaksanakan rapat pleno terbuka di tingkat kecamatan. Rapat pleno dihadiri oleh seluruh verifikator, Panwascam, dan Forum Komunikasi Pemerintah Kecamatan. Sering kali terjadi debat antara PPK dan Verifikator dengan Panwascam terkait status dukungan apakah mendukung atau tidak. Ketika pleno berlangsung, Panwascam menyampaikan laporan hasil uji petik di lapangan. Laporan dan temuannya bisa memengaruhi hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh verifikator.
Ada hasil uji petik dari Panwascam bahwa pendukung yang diverifikasi faktual secara tatap muka saat itu menyatakan dukungan, namun beberapa hari kemudian menyatakan tidak mendukungan dengan berbagai alasan yang bisa diterima. Di saat pleno, hal demikian disampaikan oleh Panwascam bahwa yang bersangkutan menyatakan mencabut dukungannya. PPK yang memimpin sidang pleno tidak berani mengubah dukungan dari yang bersangkutan dari mendukung menjadi tidak mendukung. Akhirnya dimasukkan ke dalam catatan kejadian khusus dan disampaikan saat rapat pleno terbuka di tingkat kabupaten.
Setelah pleno penetapan dukungan di tingkat kabupaten, tim bakal pasangan calon dipersilahkan memperbaiki jumlah dukungan jika dukungan yang memenuhi syarat tidak terpenuhi berdasarkan aturan yang ada. Hal demikian menandakan akan dilaksanakan verifikasi faktual tahap 2. Prosesnya sama apa yang dilakukan pada verifikasi tahap pertama. Persoalan muncul ketika nama pendukung pada tahap pertama muncul lagi di tahap ke dua. Data unduhan dari Sistem Infomasi Pencalonan (Silon) nampaknya tidak bisa mendeteksi NIK yang sama. Jika ada NIK yang sama dengan verifikasi tahap pertama, seharusnya di verifikasi tahap 2 tidak keluar. Namun, kenyataan yang dihadapi banyak nama pendukung tahap pertama keluar lagi di vermin tahap ke dua.
Verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan merupakan salah satu tahapan dari Pemilihan Serentak Nasional Tahun 2024. Banyak persoalan dan dinamika berkembang di masyarakat. Secara umum masyarakat menyatakan bahwa verifikasi faktual kepada pendukungan bakal pasangan calon terasa agak lain. Ada masyarakat yang tidak tahu dengan bakal pasangan calon, ada yang mengira dikaitkan dengan bantuan dan lain sebagainya. Jadi, selanjutnya diharapkan ada regulasi tentang form khusus pemberian dukungan dari Masyarakat kepada Tim Bakal Pasangan Calon dalam mendapat dokumen KTP Elektronik Masyarakat. Saat verifikasi administrasi, selain dilaksanakan oleh KPU dan jajarannya juga sebaiknya dipantau oleh Tim Bakal Pasangan calon, jika ada data yang keliru bisa langsung dikonfirmasi saat itu juga. Terkait satu pemahaman status dukungan dengan badan pengawas sangat diperlukan agar tidak terjadi salah paham di lapangan antara verifikator dengan pengawas.