Daftar Pemilih Partisipatif pada Pilkada Sumatera Barat

 Aldianto Ilham

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang penting dalam menentukan arah kebijakan dan kepemimpinan di tingkat lokal. Salah satu aspek krusial dalam penyelenggaraan pilkada adalah proses pemutakhiran daftar pemilih. Daftar pemilih yang akurat dan partisipatif menjadi fondasi bagi terciptanya pemilu yang adil, transparan, dan inklusif.

Di Sumatera Barat, proses pemutakhiran daftar pemilih untuk pilkada telah berjalan dengan baik, tanpa adanya permasalahan yang signifikan. Hal ini tidak lepas dari peran teknologi, khususnya aplikasi E-Coklit, yang telah membantu Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dalam melakukan pencocokan dan penelitian daftar pemilih secara lebih efisien. Namun, meskipun proses pemutakhiran telah berjalan relatif lancar, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk meningkatkan partisipasi dan akurasi daftar pemilih di masa mendatang.

Salah satu indikator keberhasilan proses pemutakhiran daftar pemilih di Sumatera Barat adalah minimnya masalah yang muncul selama tahapan pilkada. Aplikasi E-Coklit, yang digunakan oleh Pantarlih, telah terbukti efektif dalam memudahkan proses pencocokan dan verifikasi data pemilih. Aplikasi ini memungkinkan Pantarlih untuk melakukan pendataan secara digital, mengurangi kesalahan manusia (human error), dan mempercepat proses pemutakhiran. Selain itu, penggunaan teknologi ini juga membantu dalam mengidentifikasi pemilih yang telah pindah domisili, meninggal dunia, atau mengalami perubahan data lainnya. Dengan demikian, daftar pemilih yang dihasilkan menjadi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satunya adalah adanya pemilih yang telah dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), tetapi namanya masih tercantum dalam daftar pemilih. Hal ini menunjukkan bahwa proses pendataan secara de facto belum sepenuhnya masif dan akurat. Pendataan de facto, yang seharusnya dilakukan secara door-to-door, masih menemui kendala dalam pelaksanaannya. Beberapa faktor yang memengaruhi hal ini antara lain keterbatasan sumber daya manusia, luasnya wilayah yang harus dijangkau, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan perubahan data mereka. Akibatnya, data pemilih yang dihasilkan tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di lapangan.

Permasalahan yang masih terjadi dalam Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) adalah adanya data pemilih dengan RT 00/RW 00 atau data yang bersifat invalid. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam pencatatan alamat pemilih, yang dapat berdampak pada validitas daftar pemilih tetap. Selain itu, masih ditemukan pemilih yang alamatnya tidak sesuai dengan data yang tercatat dalam daftar pemilih, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan dalam penentuan lokasi pemungutan suara. Permasalahan lainnya adalah keterlambatan atau ketidakterhubungan data bagi pemilih yang baru saja pindah domisili, di mana seharusnya alamat baru mereka dapat langsung terkoneksi dalam sistem Sidalih untuk memastikan hak pilih mereka tetap terjamin tanpa kendala administratif. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan sistem yang lebih responsif dan sinkronisasi data yang lebih akurat guna meminimalisir ketidaksesuaian dalam daftar pemilih.

Selain itu, regulasi terkait pemutakhiran daftar pemilih juga perlu diperbaharui. Regulasi yang ada saat ini dinilai belum sepenuhnya mampu mengakomodir dinamika perubahan data pemilih, terutama di era digital seperti sekarang. Misalnya, belum ada mekanisme yang jelas untuk mengintegrasikan data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dengan data pemilih yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Padahal, integrasi data antara kedua instansi ini dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam daftar pemilih. Oleh karena itu, diperlukan revisi regulasi yang lebih komprehensif untuk memastikan bahwa proses pemutakhiran daftar pemilih dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

Tantangan lain yang dihadapi adalah rendahnya partisipasi pemilih, yang salah satunya disebabkan oleh jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang terbatas. Menurut aturan yang berlaku, satu TPS hanya dapat menampung maksimal 600 orang pemilih. Aturan ini seringkali menimbulkan masalah di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, karena jumlah TPS yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pemilih yang ada. Akibatnya, banyak pemilih yang harus menempuh jarak jauh untuk mencapai TPS, atau bahkan memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya karena alasan kepraktisan. Hal ini tentu saja berdampak pada tingkat partisipasi pemilih, yang pada akhirnya memengaruhi legitimasi hasil Pilkada.

Partisipasi pemilih dalam pilkada merupakan indikator penting dalam mengukur tingkat demokrasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses politik. Di Sumatera Barat, partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Berdasarkan data dan analisis yang tersedia, beberapa faktor utama yang memengaruhi partisipasi pemilih di Sumatera Barat antara lain adalah kurangnya sosialisasi, keterbatasan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), masalah administrasi kependudukan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu, serta faktor geografis dan budaya yang khas di daerah tersebut.

Salah satu faktor yang memengaruhi partisipasi pemilih adalah keterbatasan jumlah TPS. Menurut aturan yang berlaku, satu TPS hanya dapat menampung maksimal 600 pemilih. Di Sumatera Barat, yang memiliki wilayah geografis yang beragam dengan kepadatan penduduk yang tidak merata, aturan ini seringkali menimbulkan masalah. Di daerah perkotaan seperti Padang, jumlah TPS yang terbatas menyebabkan antrean panjang dan waktu tunggu yang lama, sehingga banyak pemilih yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Sementara itu, di daerah pedesaan dan terpencil, jarak yang jauh ke TPS menjadi hambatan tersendiri bagi masyarakat.

Masalah administrasi kependudukan juga menjadi faktor penting yang memengaruhi partisipasi pemilih. Banyak pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) karena kesalahan dalam proses pemutakhiran data. Misalnya, pemilih yang telah pindah domisili atau mengalami perubahan data kependudukan seringkali tidak melakukan pembaruan data secara tepat waktu. Selain itu, integrasi data antara KPU dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) yang belum optimal menyebabkan banyak data pemilih yang tidak akurat. Akibatnya, banyak pemilih yang merasa kecewa karena tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu juga turut memengaruhi partisipasi pemilih. Di Sumatera Barat, sebagaimana daerah lain di Indonesia, masih terdapat skeptisisme di kalangan masyarakat terhadap integritas penyelenggaraan pemilu. Isu-isu seperti kecurangan dalam penghitungan suara, politik uang (money politics), dan intervensi dari pihak tertentu seringkali menjadi alasan bagi masyarakat untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu. Selain itu, ketidakpuasan terhadap calon yang diusung oleh partai politik juga menjadi alasan bagi sebagian masyarakat untuk golput (golongan putih).

Faktor geografis dan budaya juga tidak dapat diabaikan. Sumatera Barat memiliki topografi yang beragam, mulai dari daerah pantai hingga pegunungan, yang menyulitkan akses ke TPS bagi masyarakat di daerah terpencil. Selain itu, budaya dan adat istiadat masyarakat Minangkabau yang kuat juga memengaruhi partisipasi pemilih. Misalnya, sebagian masyarakat lebih memprioritaskan kegiatan adat atau keagamaan daripada menggunakan hak pilihnya. Di sisi lain, keterlibatan tokoh adat dan tokoh agama dalam proses sosialisasi pemilu dapat menjadi kunci untuk meningkatkan partisipasi pemilih.

Berdasarkan data dari KPU Sumatera Barat, partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan pilkada sebelumnya. Hal ini terlihat dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara, yang hanya mencapai 57,15% dari total daftar pemilih tetap. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020, yang mencapai sekitar 61,68%. Penurunan ini menunjukkan bahwa berbagai faktor yang telah disebutkan di atas memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi pemilih.

Untuk meningkatkan partisipasi pemilih di masa mendatang, KPU Provinsi Sumatera Barat perlu melakukan berbagai upaya perbaikan. Pertama, sosialisasi yang lebih intensif dan inklusif perlu dilakukan, baik melalui media konvensional maupun digital. Kedua, penambahan jumlah TPS dan penyebarannya yang lebih merata dapat memudahkan akses masyarakat ke tempat pemungutan suara. Ketiga, integrasi data kependudukan antara KPU dan Disdukcapil perlu ditingkatkan untuk memastikan akurasi daftar pemilih. Keempat, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat. Terakhir, pelibatan tokoh adat dan tokoh agama dalam proses sosialisasi dapat menjadi strategi efektif untuk meningkatkan partisipasi pemilih, terutama di daerah pedesaan dan terpencil.

Dengan demikian, partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 di Sumatera Barat dipengaruhi oleh kombinasi faktor sosial, administratif, dan kultural. Upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih di masa mendatang memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, dengan memanfaatkan teknologi serta melibatkan seluruh stake holder terkait.

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, KPU perlu memanfaatkan teknologi secara lebih optimal, sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu contoh yang dapat diterapkan adalah penggunaan platform virtual seperti zoom meeting untuk mengontrol kinerja Pantarlih. Dengan memanfaatkan teknologi ini, KPU dapat melakukan pengawasan secara real-time terhadap proses pemutakhiran daftar pemilih, tanpa harus melakukan pertemuan fisik. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam pengawasan, tetapi juga meminimalisir biaya operasional yang harus dikeluarkan. Selain itu, penggunaan teknologi virtual juga dapat memudahkan koordinasi antara KPU dengan Pantarlih di daerah-daerah terpencil, yang selama ini seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses informasi.

Selain itu, KPU juga perlu mempertimbangkan untuk mengembangkan sistem pendataan pemilih yang lebih terintegrasi dan berbasis data real-time. Misalnya, dengan memanfaatkan teknologi big data dan artificial intelligence (AI), KPU dapat melakukan analisis terhadap data pemilih secara lebih mendalam. Teknologi ini dapat membantu mengidentifikasi pola-pola perubahan data pemilih, seperti perpindahan domisili atau perubahan status kependudukan, sehingga proses pemutakhiran daftar pemilih dapat dilakukan secara lebih proaktif. Selain itu, integrasi data antara KPU dengan instansi terkait, seperti Disdukcapil dan Badan Pusat Statistik (BPS), juga perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa data pemilih yang dihasilkan benar-benar akurat dan paling update.

Di sisi lain, partisipasi masyarakat juga perlu ditingkatkan melalui berbagai upaya sosialisasi dan edukasi. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya mendaftarkan diri sebagai pemilih dan melaporkan perubahan data mereka secara tepat waktu. KPU dapat memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk menjangkau masyarakat, terutama generasi muda, yang saat ini lebih akrab dengan teknologi informasi. Selain itu, KPU juga perlu melibatkan berbagai stake holder, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), tokoh agama, dan tokoh adat, untuk membantu menyebarluaskan informasi terkait pemutakhiran daftar pemilih.

Pada konteks Sumatera Barat, upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih juga perlu mempertimbangkan karakteristik sosial-budaya masyarakat setempat. Sumatera Barat, yang dikenal dengan sistem matrilineal dan adat Minangkabau yang kuat, memiliki dinamika sosial yang unik. Oleh karena itu, KPU perlu merancang strategi yang sesuai dengan konteks lokal, misalnya dengan melibatkan ninik mamak (pemimpin adat) dan tokoh masyarakat dalam proses sosialisasi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pemilu, sekaligus memastikan bahwa proses pemutakhiran daftar pemilih dapat berjalan lebih efektif.

Secara keseluruhan, proses pemutakhiran daftar pemilih untuk pilkada di Sumatera Barat telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, terutama dengan adanya dukungan teknologi seperti aplikasi E-Coklit. Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti masalah pemilih TMS yang masih tercantum dalam daftar pemilih, pendataan de facto yang kurang masif, regulasi yang belum optimal, serta rendahnya partisipasi pemilih akibat jumlah TPS yang terbatas. Untuk mengatasi hal ini, KPU perlu memanfaatkan teknologi secara lebih optimal, memperbaharui regulasi yang ada, serta meningkatkan partisipasi masyarakat melalui berbagai upaya sosialisasi dan edukasi. Dengan demikian, diharapkan proses pemutakhiran daftar pemilih di masa mendatang dapat berjalan lebih efektif, akurat, dan partisipatif, sehingga mendukung terciptanya pilkada yang lebih demokratis dan berkualitas.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 52 Kali.