Keselamatan Kerja Penyelenggara Ad Hoc

Jumiati

Kepala Bagian  Parhubmas dan SDM Sekretariat

KPU Provinsi Sumatera Barat

Badan ad hoc dalam melaksanakan tugasnya penuh dengan tekanan dari pihak ekternal yang tidak bisa dihindari karena bersentuhan langsung dengan pemangku kepentingan terutama peserta pemilihan. Karakter geografis yang sangat beragam juga menambah beban berat dan resiko bagi penyelenggara ad hoc sehingga ini perlu diimbangi dengan jaminan sosial yang jelas dari pemerintah. Hasil evaluasi Pemilu tahun 2019 semakin memperjelas resiko kerja penyelenggara ad hoc di berbagai tingkatan karena banyak dari penyelenggara ad hoc yang mengalami kecelakaan kerja yang berakibat sakit bahkan meninggal dunia.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian dengan semangat memberikan perlindungan kepada tenaga ad hoc penyelenggara Pilkada Tahun 2024, serta kondisi hasil evaluasi Pemilu Tahun 2019, maka untuk pelaksanaan Pemilihan (Pilkada) Tahun 2024 Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor 59 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pemberian Santunan Kecelakaan Kerja Dan Santunan Kematian Bagi Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Tujuan pedoman teknis ini antara lain pedoman dalam mengidentifikasi penyelenggara Pemilu dan Pemilihan di tingkat PPK, PPS, KPPS, Pantarlih, dan Petugas Ketertiban TPS yang berhak menerima santunan, memberikan pedoman dalam pengadministrasian pemberian santunan dan sebagai pedoman dalam pembayaran santunan.

Beberapa hal prinsip yang diatur dalam keputusan tersebut antara lain tentang pemberian santunan kematian dan santunan kecelakaan kerja badan ad hoc, besaran pemberian santunan kematian dan santunan kecelakaan kerja badan ad hoc dan mekanisme pemberian santunan kematian dan santunan kecelakaan kerja badan ad hoc.

Untuk besaran santunan yang dapat diterima oleh penyelenggara ad hoc yang mengalami kecelakaan kerja diatur dalam keputusan ini secara berjenjang yaitu santunan bagi yang meninggal santunan sebesar Rp36.000.000, cacat permanen santunan sebesar Rp30.800.000, luka berat dengan rawat inap sebesar Rp16.500.000, luka sedang dan rawat inap 3-4 hari santunan sebesar Rp8.250.000, luka sedang dan rawat inap 1-2 hari santunan sebesar Rp4.000.000, rawat jalan santunan sebesar Rp2.000.000, dan biaya pemakaman sebesar Rp10.000.000,.

Untuk penyelenggara ad hoc Pemilu Tahun 2024 di Sumatera Barat pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 59 Tahun 2023 sudah berjalan dengan baik. Sebanyak 119 (seratus sembilan belas) orang yang mengalami kecelakaan kerja dengan resiko sakit bahkan meninggal dunia, sudah bayarkan santunan oleh KPU Kabupaten/Kota setelah dilakukan verifikasi kebenaran dan keabsahan dokumen. Rincian resiko kerja penyelenggara ad hoc pada Pemilu Tahun 2024 dialami oleh PPK dan sekretariat PPK sebanyak 8 orang, PPS dan Sekretariat PPS sebanyak 24 orang, dan KPPS serta Petugas Keamanan TPS sebanyak 87 orang. Dengan rincian sakit sebanyak 107 orang dan meninggal sebanyak 12 orang.

Pada Pemilihan Serentak Tahun 2024 tercatat sebanyak 122.774 (seratus dua puluh dua ribu tujuh ratus tujuh puluh empat) orang penyelenggara ad hoc yang membantu KPU Provinsi Sumbar, baik di tingkat PPK, PPS, Pantarlih maupun KPPS. Pola pemberian santunan masih di terapkan oleh KPU Provinsi Sumatera Barat dengan pengalokasian belanja santunan dalam RAB KPU Provinsi Sumatera Barat, sebesar Rp1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Sejak PPK dan PPS dilantik pertengahan Mei 2024, pola jaminan dengan memberikan santunan masih berjalan normal terhadap beberapa kasus kecelakaan kerja yang dialami penyelenggara ad hoc termasuk pada tingkat Pantarlih dengan masa kerja bulan Juni dan Juli 2024. Pemberian santunan berlaku sampai dengan peristiwa yang terjadi sampai dengan tanggal 24 November 2024. Setiap peristiwa kecelakaan kerja yang dialami penyelenggara ad hoc, setelah di laporkan secara tertulis oleh KPU Kabupaten/Kota, dilakukan verifikasi oleh KPU Provinsi Sumatera Barat dan jika dinyatakan lengkap dan benar akan dilakukan pembayaran melalui transfer ke rekening yang bersangkutan atau ahli waris. Tercatat mulai bulan Mei 2024 sampai dengan 24 November 2024 terdapat 31 (tiga puluh satu) kecelakaan kerja yang dibayarkan santunannya oleh KPU Provinsi Sumatera Barat dengan nilai sebesar Rp. 263.000.000,- (dua ratus enam puluh tiga juta) rupiah.

Dalam proses berjalan, BPJS Ketenagakerjaan menawarkan pemberian jaminan ketenagakerjaan bagi tenaga ad hoc dilakukan dengan pola pembayaran premi setiap bulan sesuai dengan masa kerja ad hoc setiap tingkatan. BPJS berpandangan bahwa PPK, PPS dan KPPS dianggap pekerja rentang yang harus diberikan perlindungan dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Diskusi terkait tanggungjawab pembayaran premi menjadi pertimbangan KPU Provinsi Sumatera Barat untuk merubah pola santunan menjadi pola pembayaran premi BPJS Ketenagakerjaan, namun KPU RI melalui surat nomor 2564/SDM.06.7-SD/01/2024 tanggal 8 November 2024 memberikan izin penggunaan anggaran hibah pilkada untuk pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi badan ad hoc karena tenaga ad hoc dianggap salah satu Pegawai Non-PNS yang bekerja di instansi pemerintah.

Dengan dasar ini maka, KPU Provinsi Sumatera Barat menjalin kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendaftarkan sebanyak 106.636 (seratus enam ribu enam ratus tiga puluh enam) orang tenaga ad hoc dengan total nilai jaminan sebesar Rp. 623.844.720,- (enam ratus dua puluh tiga juta delapan ratus empat puluh empat ribu tujuh ratus dua puluh rupiah). Dengan kerjasama ini, maka terhitung tanggal 25 November 2024 sampai dengan akhir Januari 2025, seluruh kecelakaan kerja yang dialami penyelenggara ad hoc dialihkan kepada BPJS ketenagakerjaan dengan cabang-cabang yang ada di Sumatera Barat.

KPU Provinsi Sumatera Barat terhitung tanggal perjanjian sudah mendaftarkan kepesertaan seluruh penyelenggara ad hoc Pilkada 2024 se-Sumatera Barat dengan total sebanyak 106.636 (seratus enam ribu enam ratus tiga puluh enam) orang. Premi yang dibayarkan berbeda antara PPK, PPS dan KPPS sesuai dengan sisa masa kerja masing-masing tingkatan penyelenggara ad hoc serta besaran premi tergantung honor yang diterima.  Premi asuransi yang dibayarkan setiap bulan rinciannya adalah  ketua PPK sebesar Rp. 13.500,- anggota PPK Rp. 11.880,- Sekretaris PPK Rp. 9.990,-, Pelaksana PPK Rp. 7.020,- Ketua PPS Rp. 8.100,- anggota PPS Rp. 7.020,- Sekretaris PPS Rp. 6.210,-, Pelaksana PPS Rp. 5.670,-, Ketua KPPS Rp. 4.860,- anggota KPPS Rp. 4.590,- dan petugas ketertiban TPS Rp. 3.510,-

Sepanjang masa kontrak sejak 25 November 2024 sampai 27 Januari 2025, terdapat sebanyak 34 (tiga puluh empat) kecelakaan kerja yang dialami penyelenggara ad hoc di berbagai tingkatan dengan 2 kasus meninggal dunia. Namun berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang hanya 4 (empat) kejadian kecelakaan kerja yang tuntas sampai dengan proses pembayaran dengan nilai manfaat sebesar Rp. 85.376.820,- (delapan puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratus dua puluh rupiah). Sampai dengan berakhirnya masa kerja PPK dan PPS tanggal 27 Januari 2025, masih terdapat proses pembayaran klaim asuransi yang belum tuntas oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan berbagai alasan. Keterangan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kota Padang adalah proses pengajuan yang belum tuntas oleh peserta di kantor-kantor cabang kabupaten/kota se-Sumatera Barat. Diperkirakan ini terjadi karena nilai klaim yang kecil sehingga peserta malas melengkapi dokumen untuk proses klaim.

Di lapangan juga terjadi perbadaan pemahaman oleh BPJS Ketenagakerjaan terkait dengan jenis kecelakaan kerja yang bisa diklaim oleh peserta dan menjadi diskusi yang cukup panjang. Kecelakaan kerja hanya diartikan sebagai kejadian tertabrak, terjatuh, terpukul, tersengat listrik yang menyebabkan cedera pada tubuh akibat ada unsur ruda paksa. Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 yang terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2023 mendefiniskan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkugan kerja. Keputusan KPU Nomor 59 tahun 2023 memiliki terjemahan yang sama dengan dengan Peraturan Pemerintah tentang kecelakaan kerja, sehingga banyak kasus sakit ketika bekerja dapat dibayarkan santunannya oleh KPU Provinsi Sumatera Barat. Pada tahap pemahaman ini, sudah mulai terasa kelemahan menggunakan BPJS Ketenagakerjaan ketika ingin memberikan jaminan kepada badan ad hoc jika dibandingkan dengan pola santunan yang digunakan sebelumnya. Kita harus menjelaskan secara detail seperti apa kategori kecelakaan kerja yang dialami oleh peserta dari penyelenggara ad hoc yang bisa ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Dalam proses pendaftaran kepesertaan tenaga ad hoc juga menjadi lama karena data yang cukup banyak, dimana seluruh badan ad hoc harus didaftarkan dengan beberapa elemen data yang harus benar.

Pada saat klaim biaya kepada BPJS ketenagakerjaan yang langsung dilakukan oleh peserta, penyelenggara ad hoc melalui KPU Kabupaten/Kota mengeluhkan sangat rumit dan lambat, padahal nilai yang diterima penyelenggra ad hoc lebih sedikit dibandingkan ketika memakai pola santunan. Kalau untuk peserta yang mengalami sakit akibat kecelakaan kerja, hanya bisa di bayarkan sebanyak biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh peserta. Untuk kasus kematian, biaya yang bisa di bayrakan oleh BPJS Ketenagakerjaan juga lebih rendah dibandingkan dengan pola santunan yang sudah diterapkan sebelumnya sebesar Rp. 46.000.000,- (empat puluh enam juta) rupiah sementara BPJS Ketenagakerjaan hanya membayarkan sebanyak Rp. 42.000.000,- (empat puluh dua juta) rupiah.

Dengan beberapa kondisi tersebut di atas, dapat disimpulkan jaminan kerja bagi tenaga ad hoc lebih mudah dan lebih menguntungkan jika menggunakan pola santunan. BPJS Ketenagakerjaan yang diawal kerjasama diharapkan mempermudah proses pembayaran klaim kepada peserta ternyata pada prakteknya sering terbentur dengan pemahaman personil lembaga penyelenggara jaminan yang terkesan hanya mengejar keuntungan. Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan KPU serta Juknis KPU tetap bisa dilaksanakan dengan pola santunan yang sudah dipraktekkan pada Pemilu 2024 maupun Pilkada 2024. Pola santunan jelas lebih menguntungkan bagi penyelenggara ad hoc walaupun di sisi lain menambah beban pekerjaan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan verifikasi dokumen keabsahan penerima santunan bersamaan dengan tugas penyelenggaraan tahapan.

Dalam hal pengelolaan keuangan negara, pola santunan jelas lebih hemat dari segi realisasi karena hanya dibayarkan sesuai nilai resiko yang dialami tenaga ad hoc berdasarkan dokumen yang disampaikan. Sementara pola asuransi yang harus bayar premi di depan bagi seluruh ad hoc yang ditetapkan sementara kejadian kecelakaan kerjanya badan ad hoc persentasenya sangat kecil dengan nilai yang jauh di bawah premi yang sudah dibayarkan. 

Keterlibatan PPK, PPS dan KPPS dalam pemilu maupun pilkada akan terus berlanjut untuk masa yang akan datang sehingga kendala ataupun persoalan dalam penerapan jaminan bagi badan ad hoc merupakan bagian dari evaluasi besar pengelolaan penyelenggara ad hoc. Pengalaman pertama penerapan pola santunan maupun asuransi oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu maupun Pilkada Tahun 2024 harus menjadi pertimbangan dalam memilih santunan atau BPJS Ketenagakerjaan.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 130 Kali.