Eksistensi Perempuan Penyelenggara Ad Hoc

Hana Khairi Afriyanli

Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024 yang sukses tidak lepas dari campur tangan para pejuang demokrasi. Salah satu unsur tersebut adalah penyelenggara pemilu lebih khusus badan ad hoc pemilu. Mulai dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), serta Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang memiliki peran vital dalam hajatan tersebut.

Kebanggaan tersendiri bagi saya untuk bisa mengambil bagian dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 di Kota Padang sebagai petugas PPK di Kecamatan Kuranji yang dilantik  pada 16 Mei 2024 bersama 55 (lima puluh lima) orang anggota PPK dari 11 (sebelas) kecamatan di Kota Padang.

Saya sendiri diamanahkan sebagai Ketua PPK Kecamatan Kuranji sekaligus bertanggung jawab sebagai divisi Sumber Daya Manusia (SDM). Tentu menjadi Ketua PPK merupakan suatu tantangan baru serta pengalaman baru bagi saya. Kecamatan Kuranji sendiri merupakan kecamatan nomor dua terbesar di Kota Padang dengan Jumlah TPS Pilkada Tahun 2024 sebanyak 253 TPS dan dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 106.936 orang.

Sebagai Ketua PPK, saya harus mampu berkoordinasi dengan berbagai pihak baik internal maupun eksternal. Juga harus memiliki kemampuan membangun komunikasi efektif dan membangun relasi serta bersinergi antar unsur masyarakat. Sebagai petugas PPK tidak luput dari godaan yang dapat menciderai integritas. Tidak dipungkiri banyak orang yang datang mencoba memengaruhi hasil penghitungan dengan menekan petugas PPK. Sebagai ujung tombak penghitungan suara di tingkat kecamatan, petugas PPK berhadapan dengan orang-orang partai politik, pemerintah, sesama penyelenggara pemilihan, maupun dengan masyarakat.

Sebagai perempuan dan menjabat sebagai ketua PPK, pengalaman saya memberi pelajaran yang penting. Pengalaman yang bermakna bahwa memimpin sekaligus berkoordinasi dengan banyak pihak tidaklah gampang. Secara keseluruhan dari proses awal seleksi sampai berakhirnya masa tugas PPK telah menjadi pengalaman hidup yang akan selalu dikenang. Terlebih bahwa tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menjadi petugas PPK terutama dari kalangan perempuan.

Dominasi budaya patriarki dan pandangan tentang perempuan lebih cocok bekerja di rumah dibandingkan bekerja di ruang publik masih santer terdengar. Namun perlu diketahui sejak bergulirnya reformasi, kesempatan perempuan Indonesia untuk ikut terlibat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial serta bidang publik lainnya semakin meningkat. Begitu juga halnya dengan kesempatan dan keterlibatan dalam bidang kepemiluan seperti sebagai penyelenggara. Keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam proses pengambilan keputusan ataupun proses kepemiluan pada sebuah negara sangatlah penting dan sine qua non di dalam demokrasi.

Kepemimpinan perempuan menjadi isu publik yang selalu diperbincangkan. Peningkatan peran perempuan bukanlah tren apalagi fenomena baru seperti dikatakan sebagian orang. Perempuan sebagai kepala pemerintahan telah ada sejak abad ke-15. Kepemimpinan perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak asasi manusia dan persamaan gender secara lantang disuarakan oleh aktivis feminisme. Kiprah perempuan tersebut semakin menonjol pada abad ke-21. Di berbagai negara, sebagian besar perempuan mengalami perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan atau mobilitas vertikal. Sudah banyak kaum perempuan yang dapat mengenyam dunia pendidikan yang sejajar dengan kaum laki-laki sehingga dapat menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.

Hak setara dan non diskriminasi antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan berperan dan berpartisipasi dalam berbagai bidang adalah prinsip hak asasi manusia yang paling mendasar dan bagian integral dari demokrasi. Hak-hak ini diabadikan dalam peraturan hak asasi manusia tingkat regional dan internasional yang bersumber dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 yang menyatakan dari awal di Pasal 1 bahwa “semua manusia lahir dengan martabat dan hak yang setara.”

Keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu terutama di badan ad hoc seperti PPK, PPS, Pantarlih dan KPPS pada pilkada serentak cukup masif. Berdasarkan data petugas penyelenggara berdasarkan jenis kelamin ada sebanyak 29% perempuan sebagai anggota PPK, 65% perempuan sebagai petugas PPS, dan 67,9% perempuan terlibat di tingkat KPPS. Dari sini bisa kita lihat ada peningkatan keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Perempuan semakin sadar dan berani untuk terlibat kegiatan-kegiatan publik. Hal ini bisa dikatakan perempuan juga mampu eksis dalam keterlibatan sebagai penyelenggara badan ad hoc Pilkada Tahun 2024.

Keterlibatan perempuan pada badan ad hoc Pilkada 2024 menunjukan kesetaraan gender dan mampu dalam hal memimpin sebuah organisasi. Perempuan sebagai pemimpin memiliki hak sama dengan laki-laki. Perempuan tidak lagi dipandang sebagai sosok yang lemah lembut akan tetapi memiliki fondasi penting dalam kehidupan keluarga, organisasi maupun di lingkungan bermasyarakat. Sejalan dengan reformasi dan konsep gender menempatkan perempuan pada posisi yang sama di semua bidang kehidupan tak terkecuali sebagai pemimpin.

Pada dasarnya, perempuan memiliki sifat-sifat dasar untuk sukses sebagai pemimpin. Mereka cenderung lebih sabar, memiliki empati, dan multi tasking. Perempuan juga memiliki bakat untuk menjalin networking dan melakukan negosiasi. Demikian menurut Helen Fisher. Kemampuan-kemampuan itu tentu saja tidak eksklusif hanya ada pada perempuan. Namun ketimbang laki-laki, perempuan cenderung lebih sering menunjukkan sifat-sifat tersebut. Perempuan juga bertanggung jawab dan suka mengatasi tantangan-tantangan dalam pekerjaannya.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 41 Kali.