DESAIN PEMILIHAN BELUM MEMPERHITUNGKAN BEBAN KERJA PENYELENGGARA

sumbar.kpu.go.id – Tugas KPU selain memfasilitasi penyelenggaraan Pemilihan 2020, juga mewujudkan terlaksananya kedaulatan rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang amanah dan berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan penyelenggara yang mumpuni dan berintegritas melalui rekrutmen penyelenggara Ad Hoc yang selektif. Tantangannya adalah apakah rekrutmen penyelenggara Ad Hoc hanya sekedar memenuhi syarat administrasi atau punya hubungan secara personal. Selain itu, persyaratan administrasi yang kompleks apakah sesuai dengan realitas ketersediaan SDM yang dibutuhkan di lapangan. Hal tersebut menjadi salah satu permasalahan KPU dalam pembentukan penyelenggara badan Ad Hoc dan semua itu kembali bagaimana eksekusi di lapangan. Hal ini diutarakan oleh Dr. Rahmi Fahmy, SE, M.BA selaku narasumber pertama pada Rapat Evaluasi Pembentukan Badan Ad Hoc Pemilihan Serentak Tahun 2020 di Sumatera Barat, Senin (1/3/2020).

Rahmi menyampaikan bahwa evaluasi bukan hanya dilihat dari sisi kelembagaan tetapi juga dari personal penyelenggara tersebut. “Dalam evaluasi, kita melihat apa yang seharusnya dilakukan, apa yang telah dilakukan, apa yang harus diperbaiki baik secara personal dan institusional.” ujar akademisi UNAND ini.

Lebih lanjut Rahmi mengatakan bahwa KPU membutuhkan penyelenggara Ad Hoc yang memiliki kemampuan teknis dan siap melaksanakan perubahan kebijakan secara cepat. Penyelenggara Pemilihan dapat bekerja secara tim bukan kelompok. Oleh karena itu, KPU harus membangun tim sebagai sebuah proses dalam mengidentifikasi tujuan serta mengkomunikasikannya.

Kemudian pada sesi berikutnya, Fadli Rahmadanil, SH, MH, narasumber kedua evaluasi, memberikan catatan untuk perbaikan penyelenggara Ad Hoc untuk Pemilihan kedepannya. Penyelenggara Ad Hoc sebagai salah satu kanal utama partisipasi warga dalam menjaga penyelenggaraan Pemilihan yang berintegritas dan demokratis.

“Salah satu cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan adalah menciptakan kader penyelenggara Ad Hoc. Hal ini merupakan aspek positif untuk menjaring penyelenggara yang berkelanjutan,”ujarnya.

Syarat, pengisian, dan pelaksanaan kerja dari penyelenggara Ad Hoc mesti sepenuhnya berpedoman pada prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu yang berintegritas dan demokratis.

Fadli menyebutkan bahwa tiga tantangan penyelenggara Ad Hoc antara lain; pertama, pekerjaan teknis penyelenggara Ad Hoc sangat ditentukan oleh sistem dan manajemen Pemilihan. Pada bagian tertentu, desain sistem Pemilihan belum memperhitungkan beban kerja penyelenggara Ad Hoc. Kedua, terkait syarat administrasi seperti syarat pendidikan dan syarat domisili untuk kondisi daerah tertentu memberikan hambatan dalam melakukan rekrutmen penyelenggara Ad Hoc, dan belum ada pengecualiannya terhadap kondisi tersebut. Ketiga, menjaga dan memastikan penyelenggara Ad Hoc tidak terafiliasi dengan partai politik atau peserta Pemilihan. “KPU harus mempunyai exit strategy terhadap ketentuan rekrutmen penyelenggara Ad Hoc sehingga tidak mengganggu jadwal dan tahapan rekrutmen,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Fadli memberikan rekomendasi bahwa regulasi yang dibuat ke depannya dapat menutup pengecualian-pengecualian dimana kondisi di lapangan tidak bisa diimplementasikan.”Regulasi harus dibuat secara rigit dan jika ada syarat pengecualian, maka dibuat secara jelas dalam aturan,” tutur Peneliti Perludem ini.

Evaluasi dilanjutkan dengan diskusi bersama terhadap poin-poin krusial yang menjadi catatan kritis dalam pelaksanaan rekrutmen penyelenggara Ad Hoc pada Pemilihan serentak tahun 2020 di Sumatera Barat.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 389 Kali.