Menakar Harapan dan Kekhawatiran Masyarakat dalam Pilkada Sumatera Barat 2024

Febbyola Kurnia

Pilkada serentak 2024 menjadi momen krusial bagi Sumatera Barat (Sumbar). Sebagai provinsi yang kaya budaya dan sumber daya alam, masyarakat menaruh harapan besar pada pemimpin yang mampu membawa perubahan positif. Namun, di balik euforia demokrasi, juga terselip kekhawatiran terhadap dinamika politik yang dapat memecah belah persatuan masyarakat.​

Dinamika politik jelang Pilkada 2024 di Sumbar menunjukkan intensitas tinggi. Persaingan antar kandidat yang begitu ketat, memunculkan berbagai strategi politik. Meski begitu, masyarakat tetap berharap pemimpin terpilih mampu mengatasi permasalahan daerah seperti kemiskinan, pengangguran, dan infrastruktur yang belum memadai.

Di lain hal, kekhawatiran masyarakat terhadap munculnya politik identitas dan polarisasi yang dapat memecah belah persatuan masyarakat juga tidak dapat diabaikan. Padahal, masyarakat di Sumbar memiliki harapan besar terhadap pemimpin yang akan terpilih dalam Pilkada 2024.

Apa saja harapan itu? Salah satunya, masyarakat mendambakan pemimpin yang transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan daerah. Kejelasan dalam pengambilan keputusan, keterbukaan informasi publik, dan mekanisme pengawasan yang efektif menjadi tuntutan utama.​

Kemudian, masyarakat berharap pemimpin terpilih mampu melanjutkan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur, khususnya di daerah terpencil dan tertinggal.​ Selama ini, Sumbar dikenal memiliki potensi besar untuk berkembang, namun masih menghadapi tantangan infrastruktur yang belum merata.

Selanjutnya, masyarakat ingin program-program yang berdampak langsung pada kehidupan warga Sumbar, seperti peningkatan pendapatan, akses terhadap lapangan kerja, dan jaminan sosial, terlaksana dengan baik. Hal itu sangat dinantikan oleh masyarakat. Begitu juga pemberdayaan ekonomi lokal dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Semoga makin maju dan berkembang dengan hadirnya pemimpin baru.

Masyarakat juga berharap pemimpin yang terpilih mampu merumuskan dan melaksanakan strategi pembangunan yang merata, dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah.​ Sebab, ketimpangan ekonomi dan pembangunan antara daerah per daerah masih jadi masalah besar yang perlu diatasi pemerintah daearah.

Pilkada hendaknya menjadi ajang untuk mempersatukan, bukan memecah belah masyarakat dengan pilihan-pilihan di bilik suara. Masyarakat menginginkan pemimpin yang mampu merangkul semua golongan dan elemen masyarakat, menjembatani perbedaan pendapat, dan menciptakan suasana kondusif untuk pembangunan.​

Di samping itu, keberhasilan pilkada tidak hanya ditentukan oleh kualitas pemimpin yang terpilih, tetapi juga oleh proses pemilihan yang demokratis, jujur, dan adil. Partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan sangat penting untuk memastikan terwujudnya pemimpin yang representatif. Harapannya tentu partisipasi meningkatkan untuk pilkada-pilkada selanjutnya.​

Di tengah harapan yang besar, masyarakat Sumatera Barat juga menyimpan kekhawatiran terhadap berbagai potensi negatif yang dapat menghambat proses demokrasi. Di antaranya, masalah polarisasai politik yang membelah masyarakat.

Kampanye pilkada seringkali memicu polarisasi yang tajam, melebihi sekedar perbedaan pilihan politik. Narasi-narasi yang dikonstruksi cenderung memecah belah masyarakat berdasarkan identitas, agama, suku, dan golongan. Hal ini bukan hanya menciptakan perpecahan sosial yang nyata, tetapi berpotensi memicu konflik horizontal yang sulit diredam.​ Apakah ini terjadi di Pilkada Sumbar? Tentu saja ada, namun belum terinci berapa kasus dan dimana saja.

Selain itu, praktik politik uang merupakan ancaman serius bagi integritas dan keadilan dalam pilkada. Uang yang beredar bebas dalam kampanye dapat memengaruhi pilihan pemilih secara signifikan. Realitas ini bisa menghasilkan pemimpin yang tidak representatif dan tidak bertanggung jawab kepada rakyat.​

Begitu juga kekhawatiran tentang penyebaran hoaks dan disinformasi melalui media sosial dan platform digital lainnya. Ini realitas sosial yang menjadi tantangan besar dan serius dalam pilkada berikutnya. Informasi yang tidak akurat dan menyesatkan dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap calon pemimpin dan isu-isu penting. Hal ini tidak hanya mengaburkan realitas, tetapi juga memicu perpecahan dan konflik di tengah masyarakat.​

Kemudian, masalah transparansi dalam proses pilkada, mulai dari tahapan pencalonan hingga penghitungan suara, juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kecurangan demokrasi. Ketidakpercayaan publik terhadap proses pilkada juga dapat memicu protes, kerusuhan, dan ketidakstabilan politik.​

Jika dibiarkan potensi negatif itu terjadi, maka dalam situasi politik yang memanas, kebebasan berpendapat dan berekspresi dapat terancam. Tekanan dari kelompok tertentu atau bahkan tindakan represif dapat membatasi ruang gerak masyarakat untuk menyampaikan kritik. Atas dasar itu, mari bersama-sama bersinergi untuk proses demokrasi yang lebih baik. Masyarakat perlu terus disadarkan tentang pentingnya politik dan penyelenggara juga harus jujur dalam menjalankan prosesnya.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 65 Kali.