Refleksi atas Penurunan Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Serentak 2024 di Sumatera Barat
Syafridho Syawal Ayuza
Pemilihan Serentak 2024 menandai tonggak sejarah baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Untuk pertama kalinya, pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Meskipun pelaksanaannya berjalan lancar dan tertib, terdapat catatan penting mengenai penurunan tingkat partisipasi pemilih.
Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 se-Indonesia hanya mencapai 68 persen. Angka tersebut jauh di bawah 81,78 persen partisipasi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan 81,42 persen pada Pemilu Legislatif (Pileg) yang berlangsung pada Februari 2024.
Penurunan partisipasi pemilih tentu saja menuntut evaluasi menyeluruh yang tidak hanya terfokus pada aspek teknis penyelenggaraan, tetapi juga pada aspek non-teknis yang memengaruhi antusiasme masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Evaluasi penting untuk membenahi dan menyempurnakan sistem pemilu ke depan, guna memastikan bahwa setiap warga negara merasa terlibat dan memiliki kepentingan dalam proses demokrasi.
Sejarah dan Kompleksitas Pemilu 2024
Sejak pemilu pertama pada tahun 1955, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dalam sistem pemilihan umum. Pemilu 2024 menjadi tahun tersibuk dalam sejarah pemilu Indonesia, dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Presiden pada 14 Februari, serta Pilkada Serentak pada 27 November.
Di Provinsi Sumatera Barat, bahkan dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pemilihan DPD pada 13 Juli 2024. Rentang waktu yang hanya delapan bulan antara pemilu dan pilkada menyebabkan tahapan yang saling beririsan, menambah kompleksitas dalam penyelenggaraan dan partisipasi masyarakat.
KPU memiliki peran strategis dalam memastikan integritas dan partisipasi dalam pemilu. Menurut Tauchid Noor dalam Jurnal Konstitusi menyebutkan bahwa KPU harus menjalankan tugas dan wewenangnya secara tepat, termasuk dalam merencanakan, menyosialisasikan, dan mengawasi seluruh tahapan pemilu. KPU juga harus mampu membuat peraturan dan keputusan yang dapat diterima sebagai rujukan dalam pelaksanaan pemilu, serta menegakkan aturan yang telah ditetapkan demi terciptanya pemilu yang partisipatif.
Pilkada Serentak 2024 menghadirkan beberapa tantangan yang perlu menjadi bahan evaluasi. Pertama, kejenuhan politik masyarakat. Dimana pelaksanaan pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama menyebabkan kejenuhan politik masyarakat. Dominasi pemberitaan dan aktivitas politik di ruang publik dan media sosial dapat mengurangi minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilkada.
Kedua, efek ekor jas. Fenomena coattail effect atau ekor jas merupakan popularitas calon presiden memengaruhi perolehan suara partai politik. Fakta ini terjadi dalam Pilkada 2024. Koalisi partai politik yang terbentuk pada Pemilu 14 Februari berlanjut dalam Pilkada 27 November, menyebabkan pemilih merasa bahwa pilkada tidak menawarkan pilihan baru dan tetap berada dalam bayang-bayang koalisi yang sama.
Ketiga, terputusnya sosialisasi dan pendidikan politik. Sebab, pelaksanaan pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama dapat menyebabkan terputusnya sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat. Setelah pelaksanaan kedua agenda tersebut, informasi mengenai kepemiluan cenderung berkurang hingga lima tahun ke depan, yang dapat memengaruhi tingkat partisipasi dalam pemilu berikutnya.
Untuk meningkatkan partisipasi pemilih, diperlukan strategi yang melibatkan berbagai pihak. Pertama, pelibatan unsur masyarakat. Sosialisasi pesan kepemiluan harus melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat, lembaga pemantau pemilu, partai politik, dan masyarakat luas. Pelibatan ini penting untuk menciptakan pemilih yang cerdas dan pemilu yang berkualitas.
Kemudian, pendekatan dan pendidikan politik. Dalam hal ini, KPU diharapkan menggunakan berbagai pendekatan dalam menyampaikan pesan kepemiluan, disesuaikan dengan tingkat pendidikan, lingkungan sosial, budaya, dan aspek ekonomi masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pesan kepemiluan dapat diterima dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
Inovasi KPU
KPU telah melakukan berbagai inovasi dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Mulai dari penggunaan Sistem Informasi dan digital. Pihak penyelenggara telah memaksimalkan penggunaan sistem informasi dan digital dalam berbagai tahapan pemilihan, seperti cek DPT online yang memungkinkan pemilih untuk memeriksa status pendaftaran mereka secara daring.
Kemudian, KPU membuka ruang bagi masyarakat untuk melihat rekam jejak dan profil pasangan calon kepala daerah, termasuk visi dan misi mereka. KPU juga memberikan kesempatan kepada publik untuk memberikan tanggapan mengenai calon kepala daerah, yang dapat menjadi dasar untuk menindaklanjuti dan memastikan keabsahan calon tersebut. Selanjutnya, KPU menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk merekam dan melaporkan hasil pemungutan suara, yang dapat diakses oleh masyarakat. Terlepas dari itu semua, KPU tetap diharapkan mampu meningkatkan partisipasi pemilih di masa-masa mendatang.
Syafridho Syawal Ayuza